Herankah Anda bahwa sebuah pagelaran musik
berkelompok harus dipimpin oleh seorang yang membelakangi penonton dan
melambaikan tangan? Hanya pagelaran musik Barat khususnya musik klasik
yang menerapkan hal demikian. Pop dan rock culture murni umumnya tidak
menerapkan demikian. Di Timur jarang ada peran yang seperti itu,
apalagi musik tradisional Indonesia yang dikomandani tetabuhan gendang.
Lalu siapakah orang ini?
Dirigen atau konduktor biasa orang itu disebut.
Istilah dirigen diambil dari bahasa Jerman Dirigent yang berarti orang
yang mengarahkan. Sedangkan konduktor dari bahasa Inggris yang berarti
menyalurkan. Pada dasarnya fungsi kedua istilah ini tepat karena sang
orang tersebut memang bertugas mengarahkan dan juga menyalurkan isi
musik kepada para musisi.
Di Eropa abad pertengahan, seperti di tempat lain,
posisi ini sama sekali belum muncul. Pagelaran musik pun sangat terbatas
bagi keluarga kerajaan dan gereja. Kelompok paduan suara hanya eksis
ekslusif di kalangan gereja. Kelompok pemusik instrumen maupun penyanyi
pun anggotanya masih sangat sedikit.
Kondisi ini menyebabkan pagelaran cukup dipimpin oleh
salah seorang penyanyi maupun musisi kelompok itu untuk memberikan
tanda masuk bagi paduan suara ataupun ensemble. Setelah itu semua
kegiatan bermusik diserahkan kepada individu dan kekompakkan cukup
disusun atas saling mendengar dan kontak mata, persis seperti band pop
rock saat ini. Maka dari itu pemimpin paduan suara kala itu disebut cantor (artinya penyanyi) ataupun kepala (principal) bagian biola disebut concertmaster (artinya pemimpin konser).
Bersamaan dengan bertambahnya jumlah anggota pemusik,
jenis alat musik, dan semakin rumitnya komposisi musik, semakin
dibutuhkan pula seseorang yang tugasnya khusus memberi aba-aba bagi
pemusik dan penyanyi. Muncullah pekerjaan dirigen. Fenomena ini muncul
sejak akhir abad ke-17.
Saran Wagner
Namun sebelum zaman Romantik Wagner di paruh kedua
abad ke-19, dirigen hanya bertugas memberi aba-aba tanda masuk dan
mengetuk tempo lagu, agar semua masuk bersama-sama dan musik terdengar
merdu di telinga sesuai yang ditulis oleh komposer.
Richard
Wagner, seorang komposer besar, inilah yang memberikan beban baru dalam
profesi dirigen. Ia menekankan perlunya seorang dirigen menjadi seorang
konduktor bagi musik yang dipimpinnya. Seorang dirigen harus
mencerminkan pribadi dan mengekspresikan dirinya lewat musik yang
dimainkan oleh pemusik maupun penyanyi.
Jadi bukan hanya sekedar menjamin musik dimainkan
sesuai dengan yang ditulis di atas kertas, tetapi dirigen juga
memberikan penafsiran pribadinya atas not-not yang tertera di atas
kertas itu. Perannya bukan lagi membacakan puisi nada, tetapi juga
berpuisi bersama penyair lewat setiap kata yang sudah tertulis.
Dirigen berubah menjadi seorang interpreter not-not tertulis. Dirigen
yang biasanya entah merangkap sebagai pemusik, penyanyi maupun komposer
akhirnya lebih mengkhususkan diri pada kegiatan interprestasi musik.Tanpa Suara
Dalam perannya sebagai pengaba, dirigen harus
berkonsetrasi penuh pada musik yang terjadi di sekelilingnya. Fungsi
utamanya pun bukan sebagai pemusik yang dapat mengeluarkan suara,
apalagi mengeluarkan suara pada saat mengaba yang dapat mengganggu musik
itu sendiri. Maka dari itu, kontak mata dan bahasa isyaratlah yang
menjadi sarana utama dalam berkomunikasi dalam pagelaran.
Karena gestures/bahasa
tubuh inilah seringkali tugas dirigen menjadi tugas yang ‘memalukan’.
Seseorang harus bergerak untuk menginspirasi orang lain dalam bermusik
seringkali terasa aneh karena gerakan bukan menjadi tujuan utama dari conducting seperti
penari. Tujuan utamanya malahan suara yang dihasilkan oleh pemusik yang
dimotivasi oleh gerakan sang konduktor. Walaupun demikian inilah tugas
sang konduktor. Dan karena alasan ini pula seorang dirigen dapat
bergerak semaunya asalkan suara yang dihasilkan oleh pemusik sesuai
dengan apa yang diinginkannya.
Selain itu walaupun ada standar khusus bahasa tubuh
di kalangan pengaba dan pemusik, namun kunci utama dari suatu penampilan
adalah latihan bersama. Latihan ini dibutuhkan karena bagaimanapun juga
bahasa isyarat memiliki keterbatasan, sehingga komunikasi verbal tetap
dibutuhkan untuk mengarahkan dan menyamakan persepsi dalam bermusik.
Semua bagian yang perlu dijelaskan, diulang,
dimengerti atau dikompromikan dilakukan pada saat sesi latihan. Pada
saat penampilan sang dirigen tidak lagi berhak bicara dan ia harus
mempercayakan bahasa tubuhnya untuk mengekspresikan musik yang ditulis
dan dibayangkannya.
Dirigen adalah sebuah tugas yang didaulat untuk
menjembatani komunikasi baik antar pemusik maupun dengan sang komposer
sendiri dan tentunya kepada para penonton. Maka dari itu adalah
tanggungjawab bagi dirigen untuk mempelajari musik yang akan dipimpinnya
sehingga ia memperoleh gambaran besar dari musik yang ingin
dipersembahkan. Dengan pengetahuan dan interpretasi itulah ia dapat
membagikan perasaan maupun menjembatani komunikasi pemusik baik secara
verbal maupun melalui gestures.
0 komentar:
Posting Komentar