Setelah
sekian banyak catatan sejarah yang sudah saya baca dan makam/kuburan
yang dianggap sebagai makam Prabu Kian Santang yang sudah saya kunjungi,
akan tetapi pertanyaan tersebut [judul di atas] sampai saat ini belum
saya temukan jawabannya secara pasti, bahkan semakin banyak saya cari
tau, semakin tidak jelas dimanakah makam sebenarnya, Prabu Kian Santang.
Prabu
Kian Santang atau Pangeran Walangsungsang atau Sunan Rohmat atau Sunan
Godog atau Ki Samadullah atau Abdullah Iman atau Pangeran Cakrabuana
atau Hurang Sasakan atau Sri Mangana atau Gagak Lumayung atau Maulana
Ifdil Hanafi atau Haji Tan Eng Hoat dilahirkan sekitar tahun 1423 M
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara yaitu Nyai Rara Santang atau
Nyai Hajjah Syarifah Mudhaim lahir sekitar tahun 1426 M dan Raja
Sangara lahir sekitar tahun 1428 M. Dari hasil perkawinan antara Prabu
Siliwangi dan Nyai Subang Larang atau Nyai Subang Karancang.
Sejarah
hidup Prabu Kian Santang juga terdiri dari beberapa versi, akan tetapi
sejarah hidup beliau yang paling terkenal terutama oleh kalangan
masyarakat Jawa Barat adalah awal mula beliau memeluk agama Islam.
Dalam
Babad Godog diceritakan bahwa Kian Santang muda saat itu adalah seorang
yang sangat sakti, sampai-sampai beliau tidak pernah melihat darahnya
sendiri. Jiwa mudanya yang bergelora membawa beliau berkelana mencari
orang yang sanggup mengalahkan beliau sampai beliau dapat melihat
darahnya sendiri, hingga pada suatu saat beliau mendengar bahwa di
daerah arab ada seorang yang sangat sakti mandra guna. Dengan ilmu
”napak sancang”nya (dapat berjalan di atas air) beliau sampai di wilayah
arab dan bertemu dengan orang tua di pinggir pantai, dan singkat cerita
mereka bertemu dan berkenalan sehingga orang tua tersebut mengajak
beliau ke rumahnya dan orang tua tersebut berjanji akan mempertemukan
dengan orang sakti yang dicarinya, dalam perjalanan ke rumah, tongkat
orang tua tersebut tertancap dipasir, dan orang tua tersebut meminta
bantuan Kian Santang untuk mengambilkannya, akan tetapi walaupuan
seluruh ilmu kedigjayaan yang beliau miliki digunakan untuk mencabut
tngkat tersebut, tetap saja tongkat tidak dapat diambil, sampai akhirnya
keluar darah dari pori-pori tangan kian santang.
Dari
kejadian tersebut Kian Santang baru menyadari bahwa orang tua yang
bertemu dengannya adalah orang yang dicarinya, orang tua tersebut adalah
Syaidina Ali bin Abu Thalib ra., akhirnya beliau pun insyaf atas
kesombongannya dan memeluk agama Islam.
Dalam
cerita lain pula ada yang menyebutkan bahwa beliau memeluk Islam
dibai’at langsung oleh Rasulullah SAW., kedua kisah tersebut jika
dirunut berdasarkan periode waktu beliau di lahirkan dengan periode
Rasulullah dan para Sahabat sangat terpaut jauh periodenya yaitu sekitar
kurang lebih delapan abad. Wallahualam…
Berdasarkan
sumber lain di ceritakan pula bahwa beliau sudah memeluk agama Islam
sejak kecil/lahir, karena beliau adalah cucu dari Syekh Quro dari
karawang, ayah dari ibunya yaitu Nyai Subang Larang. Kemudian beliau
belajar agama Islam pada Syekh Datuk Kahfi di Cirebon, dan pergi ke
tanah suci untuk melakukan haji sekaligus memperdalam ilmu agama Islam
bersama adiknya yaitu Nyai Rara Santang.
Setelah kembali ke tanah Jawa, beliau mendirikan kerajaan Cirebon dan
menyebarkan agama Islam, sampai suatu waktu beliau mengajak ayahnya
yaitu Prabu Siliwangi untuk memeluk agama Islam, tapi walau pun Prabu
Siliwangi sudah menyadari bahwa agama Islam adalah agama yang benar,
karena Nyai Subang Larang istri Prabu Siliwangi, Ibunda Kian santang
Sendiri adalah seorang muslimah, akan tetapi ayah beliau Prabu Siliwangi
belum diberikan hidayah oleh Allah SWT. untuk memeluk agama Islam.
Sampai
terjadilah suatu kejadian yang terkenal pula kisahnya dikalangan
masyarakat Jawa Barat yaitu kisah dikejar-kejarnya Prabu Siliwangi oleh
Kian Santang dan dalam proses pengejaran itu masing-masing menggunakan
ilmu ”nurus bumi” yaitu berlari dibawah tanah. Sampai di sebuah hutan di
daerah Garut yang bernama hutan Sancang mereka bertemu dan bertarung mengadu kesaktian.
Akan
tetapi Prabu Siliwangi kalah dalam pertarungan tersebut dan Prabu
Siliwangi dengan kebijaksanaanya mempersilahkan pengikutnya untuk
mengikuti ajaran Kian Santang, cerita ini termaktub dalam Uga Wangsit
Prabu Siliwangi.
Perjalan
panjang hidup Kian Santang yang berkelana antara wilayah tatar Sunda
dan Cirebon, hal ini lah menjadikan makam beliau ada dimana-mana yaitu
diantaranya di komplek pemakamam Gunung Jati – Cirebon, di daerah Godog –
Garut – Jawa Barat, di daerah hutan Sancang – Garut – Jawa Barat, dan
dibeberapa tempat lainnya. Dan untuk makam asli beliau tidak ada yang
tau pasti, tapi jika mengikuti perjalanan sejarah, makam yang berada di
komplek pemakaman kesultanan Cirebon yang ada di wilayah Gunung Jati,
yang lebih mendekati kebenaranan.
Makam yang berada ditempat lain hanya merupakan suatu simbol yang dibuat oleh masyarakat diwilayah tersebut yang menunjukan bahwa beliau pernah ke wilayah tersebut (patilasan [sunda: bekas singgah]). Hal ini sama seperti makam-makam seorang nabi yang berada di beberapa tempat.
0 komentar:
Posting Komentar