Music is my life. Kalimat itu merupakan salah satu dari jutaan
definisi Raditya Ardiansyah tentang musik. Cowok berzodiak Leo itu
memang terobsesi untuk menjadi seorang musisi terkenal, syukur-syukur
bisa go international.
Bersama anggota personil lain di group bandnya, TNG (The Next
Generation), ia menaruh sebuah harapan yang besar. Tentang perjuangan,
tentang perjalanan hidup dan juga tentang cinta.
Namun, lain Radit lain pula Mitha Arika. Gadis yang sudah menjadi
pacar Radit selama hampir dua tahun itu, ternyata memiliki definisi lain
tentang musik. Baginya, musik hanyalah pengganggu, musik adalah benalu,
musik adalah petaka, dan berbagai artian buruk lainnya. Entahlah,
apakah pantas jika ia merasa cemburu terhadap musik dan juga TNG?
Konyol, memang. Tapi itulah kenyataannya.
Malam itu, Radit mengajak Mitha jalan-jalan. Ya, sekedar untuk cuci
mata. Lagipula, mereka jarang sekali jalan berdua. Salah satu faktor
utamanya adalah kesibukan Radit di bandnya. Walaupun sebenarnya Mitha
ingin menolak ajakan Radit, tapi berhubung sepupunya, Fika (yang juga
teman sekelas Mitha, di Fakultas Hukum) terus memaksanya, akhirnya Mitha
pun meng-iya-kan ajakan Radit.
“Mitha… kamu kenapa? Sakit?” tanya Radit dengan lembut, saat mereka makan malam di Mall.
Mitha langsung menggelengkan kepalanya dan berusaha tersenyum semanis
mungkin, “Aku baik-baik saja.” jawabnya ringan sambil memainkan sedotan
Lemon Teanya.
Sebelah alis Radit terangkat, seperti tidak percaya, “Tapi kenapa dari tadi kamu diam saja?”
Mitha menghela nafas, “Sungguh. Aku baik-baik saja. Percayalah!” ucap Mitha meyakinkan.
“Ya, baiklah. Aku menyerah. Ku harap kamu memang baik-baik saja..” Radit menjeda kalimatnya, dan membetulkan posisi duduknya.
“Hmm, Mitha.. Sebelumnya aku mau minta maaf..”
Mitha mulai serius memperhatikan Radit. Kenapa tiba-tiba perasaannya
berubah jadi tidak enak? Setiap kali Radit akan memutuskan sesuatu (yang
bersifat persuasif), ia selalu meminta maaf terlebih dahulu.
Ada apa ini? Jangan-jangan… Ah, tidak. Kamu tidak boleh negative thinking, Mitha.
“Sepertinya, minggu depan aku tidak bisa menemanimu datang ke acara
Reuni SMA-mu. Karena, dalam waktu yang sama, TNG juga diundang perform
di acara reuni sepupu Andre (drummer TNG).” ucap Radit dengan sangat
hati-hati. Astaga, benar kan firasatku? batin Mitha.
Saat itu juga, jantung Mitha serasa berhenti berdetak. Karena, ini
bukan yang pertama.. kedua.. atau ketiga kalinya Radit membatalkan
janjinya. Dan semuanya batal karena masalah musik dan band.
Sampai beberapa detik lamanya, Mitha hanya diam. Raditya yang
menunggu reaksi Mitha sampai harus menyadarkan gadis itu terlebih
dahulu.
“Jadi, bagaimana?” tanya Radit dengan sangat hati-hati.
“Apanya yang bagaimana?” Mitha balik bertanya. Mimik mukanya masih sama. Datar dan dingin.
“Ya, bagaimana pendapatmu, hmm, maksudku tentang…”
“Pembatalan janji itu?” potong Mitha.
“Ya, kamu tidak akan marah kan?”
Mitha menyipitkan matanya, lalu tersenyum. Tapi, senyumnya kali ini
tidak dalam artian yang sebenarnya. Ya, senyum itu begitu dingin, namun
mampu membuat tubuh Radit merasakan sebaliknya.
“Kamu tanya tentang pendapatku? Apakah itu penting? Sama sekali
tidak, kan? Jadi untuk apa bertanya?” tanya Mitha bertubi-tubi dengan
tenang, namun tatapannya sangat tajam.
Radit tidak percaya dengan cara Mitha bicara kepadanya. Biasanya
Mitha menanggapi keputusannya itu dengan dua cara, jika tidak
marah-marah, gadis itu akan mengomel habis-habisan. Tapi, itu justru
membuatnya lega, daripada cara Mitha saat ini, yang bersikap begitu
dingin kepadanya.
“Kenapa diam?” tanya Mitha dengan volume suara yang dikecilkan namun
intonasinya terkesan menantang. Memang, gadis bermata kecokelatan itu
sedang menantang Radit. Ia ingin tahu, sampai dimana kelemahan Radit.
Saat ini, keadaannya berbalik 180 derajat. Mitha berhasil membuat Radit
shock. Cowok itu diam, memandang Mitha dengan tatapan masih tidak
percaya.
“Ehem.. Aku rasa, kamu tidak perlu bersusah payah mengajakku jalan,
kalau hanya sekedar untuk menyogokku agar tidak mengomel atau
marah-marah padamu. Tenang saja, Radit. Kali ini aku tidak akan
melakukan itu.” ucap Mitha penuh penekanan. Mitha pun berdiri dari
tempat duduknya, ia sudah bersiap untuk pergi. Namun, Radit segera
memegang lengannya.
“Mitha, tunggu… Kenapa kamu bersikap seperti ini? Kalau kamu marah,
silakan marah padaku, atau kalau kamu mau mengomel, aku tidak keberatan.
Tapi, tolong jangan bersikap sedingin ini..” pinta Radit.
Mitha menuntun tangan Radit untuk tidak menahan lengannya, “Kenapa?
Seharusnya kamu senang. Radit.. Aku capek kalau harus terus-terusan
marah, menangis dan bersikap seperti anak kecil. Jadi, mulai detik ini,
semua terserah sama kamu. Kamu bebas berbuat apa saja yang kamu mau..”
“Tapi, Mit…”
“Ssttt… Sudah. Kamu tidak perlu berkata apa-apa lagi… Permisi, aku harus pergi.” ucap Mitha sambil berlalu meninggalkan Radit.
Radit tidak mampu menahan kepergian Mitha. Ia hanya bisa memandangi
gadis itu berjalan menjauh darinya, hingga akhirnya hilang dari
pandangannya. Entah mengapa, firasatnya tiba-tiba berubah jadi tidak
enak? Sikap Mitha benar-benar membuat Radit tidak tenang.
Sejak kejadian malam itu, Radit jadi susah menghubungi Mitha. Selalu
saja ada kendala untuk bertemu dengan gadis itu. Hal tersebut membuat
cowok yang kini kuliah di Fakultas Pertambangan dan Minyak Mentah itu
makin tidak tenang.
Bagaimana kalau Mitha meninggalkannya? Bagaimana kalau gadis itu meminta putus darinya? Bagaimana kalau…
Ah, tidak… Tidak akan pernah. Semuanya akan baik-baik saja…
Seminggu kemudian…
Malam itu, Mitha terlihat begitu anggun. Gaun berwarna merah muda
sebatas lutut membuatnya bagaikan putri. Rambutnya yang hitam pekat
dibiarkan tergerai indah. Layaknya seorang model, ia berjalan dengan
anggun memasuki gedung dimana acara reuni tersebut diadakan. Tak lupa
senyuman manis selalu menghiasi bibirnya.
Di samping Mitha, berdiri Fika yang tak kalah cantik dengannya. Gadis
itu memiliki tinggi badan yang hampir sama dengan Mitha. Ia mengenakan
gaun berwarna jingga sebatas lutut. Sebuah pita yang juga berwarna
jingga menghias rambut pirangnya dengan indah.
“Hai… Mitha?” sapa seorang cowok yang merupakan teman lama Mitha.
Wajahnya agak kebarat-baratan, karena memang ia keturunan
Indonesia-Spanyol.
Kontan saja Mitha dan Fika menoleh ke arah pemilik suara itu,
“Edward?” tanya Mitha setelah berusaha mengingat beberapa saat lamanya.
“Ya.. ku pikir kamu sudah melupakanku.”
“Ah, tidak. Aku tidak mungkin lupa dengan pemuda yang pernah dihukum guru gara-gara salah masuk WC…”
“Wow, jangan mengingatkanku pada hal memalukan itu. Aku sudah lama melupakannya. Ngomong-ngomong bagaimana kabarmu?”
“Ya, seperti yang kamu lihat sekarang. Sangat baik. Oh ya, kenalkan ini Fika. Dia sepupuku yang paling baik dan.. cantik.”
Edward beralih ke arah Fika, ia tersenyum kemudian menjabat tangan Fika, “Edward. Senang berkenalan denganmu.”
Fika pun tersenyum dan membalas jabatan tangan dari Edward, “Fika. Ya, aku pun demikian.”
“Hm, ngomong-ngomong, bagaimana jika kita berkeliling gedung ini, ya
menemui teman-teman lama?” ajak Edward yang disambut dengan anggukan
Mitha dan Fika.
Mereka pun berjalan mengelilingi gedung itu, sesekali mereka berhenti
untuk berbincang-bincang dengan teman lama Edward dan Mitha.
Tiba-tiba, terdengar suara yang tidak asing di telinga Mitha. Suara itu
berasal dari arah panggung, “Selamat malam semua.. Pada malam yang indah
ini, perkenankanlah kami membawakan sebuah lagu untuk menemani malam
Anda. Semoga Anda dapat menikmati.”
Pemilik suara itu menatap lurus dan tajam ke arah Mitha. Tatapan mereka bertemu, dan berhasil membuat Mitha terkejut.
Oh, Tuhan.. Apa benar yang aku lihat ini? Ya, itu TNG… Dan cowok itu…
Mata Radit terbelalak saat melihat seorang gadis bergaun merah muda
melangkah memasuki gedung. Gadis itu ditemani seorang gadis lain yang
bergaun jingga. Dua jelita itu nampak anggun. Namun, bukan karena
kecantikan kedua dara itu yang membuat Radit terkejut. Masalahnya,
gadis-gadis itu adalah Mitha dan Fika.
Jadi, mereka datang ke acara reuni yang diadakan oleh sepupu Andre?
Saat hendak menghampiri kedua gadis itu, langkah Radit tiba-tiba
terhenti. Seorang cowok berwajah agak kebarat-baratan telah lebih dulu
menghampiri Mitha dan Fika. Radit hanya bisa memperhatikan mereka dari
kejauhan. Entah mengapa, ada rasa cemburu merasuki hati Radit.
Tiba-tiba, ia merasa sangat takut kehilangan Mitha.
“Oi, Dit. Gimana sih, kok malah bengong disini. Yuk buruan, waktunya
kita perform nih? Yang lain pada nunggu tuh di atas panggung.” ajak
Andre.
“Eng.. oke.”
Radit pun berjalan mengikuti Andre untuk naik ke atas panggung.
Setelah berada di atas panggung, Radit langsung memegang microphone dan
mulai bersuara… Tatapannya masih lurus pada Mitha yang berdiri di dekat
jendela besar gedung itu.
“Selamat malam semua.. Pada malam yang indah ini, perkenankanlah kami
membawakan sebuah lagu untuk menemani malam Anda. Semoga Anda dapat
menikmati.”
Mitha. Gadis itu menoleh ke arahnya. Jelas sekali bahwa Mitha sangat
terkejut melihat kehadiran Radit sebagai bintang tamu di acara reuni
itu. Perlahan mulai terdengar suara intro musik mengalun. Dengan tatapan
arti, ia mulai bernyanyi.
Ku pergi hanya sebentar saja,
Bukannya untuk menjauhimu,
Mencoba tuk cari bagaimana baiknya.. untuk berdua..
Sambil terus bernyanyi, Radit berjalan turun dari panggung. Ia
melangkah perlahan namun pasti menghampiri Mitha yang masih terpaku.
Setelah ku putuskan kembali, ku pulang mencarimu kekasih,
Tetapi kau bukan dirimu lagi,
Kau telah jauh berubah…
Apakah kau sudah temukan yang baru…
Kini Radit telah berada di hadapan Mitha. Matanya tak bisa berhenti
untuk terus memandangi gadis itu. Tangan kanan Radit masih tetap
memegang mic, namun tangan kirinya mulai menggenggam dengan erat jemari
Mitha. Seisi gedung terkesima melihat pemandangan tersebut. Tapi Mitha,
ia sangat shock dan tidak mampu berkata-kata.
Tolong jangan kau katakan kau suka,
Jangan-jangan kau katakan, kau suka…
Jangan-jangan kau pikirkan egomu saja,
Aku… Masih disini…
Dia tak tahu betapa sulitnya aku,
Selama ini cintai kamu,
Aku… Masih denganmu…
Radit menuntun pacarnya itu untuk naik ke atas panggung bersamanya.
Seperti orang yang terhipnotis, Mitha pun menurut. Sebenarnya ia sangat
malu, karena menjadi pusat perhatian. Namun, Radit meyakinkannya –
melalui isyarat mata, bahwa semua akan baik-baik saja.
Cobalah kau ingat kembali,
Masa-masa indah denganku,
Dan jujur apakah semua kini sudah terlambat…
Ataukah, kau sudah temukan yang baru…
Tolong jangan kau katakan kau suka,
Jangan-jangan kau katakan, kau suka…
Jangan-jangan kau pikirkan egomu saja,
Aku… Masih disini…
Dia tak tahu betapa sulitnya aku,
Selama ini cintai kamu,
Aku… Masih denganmu…
Setelah lagu itu selesai dinyanyikan. Radit langsung tersenyum hangat
pada Mitha. Ia tidak memperdulikan ratusan pasang mata yang melihat ke
arah mereka.
“Mitha, aku tahu, selama ini aku salah. Aku udah bersikap tidak adil
sama kamu. Dan.. aku kurang memperhatikanmu. Sayangnya, aku baru
menyadari itu sekarang. Tapi, aku berharap, aku belum terlambat…” Radit
menghela nafas kemudian menggenggam erat kedua tangan Mitha.
Suasana gedung mendadak hening. Semua yang ada di acara itu ingin menjadi saksi bagi Mitha dan Radit.
“Mitha, aku mohon, maafin aku…” ucap Radit dengan tulus. Mitha pun
tersenyum pada Radit, ia merasa tersentuh dan terharu. Namun, tubuhnya
serasa sulit bergerak. Ia seperti kehilangan suaranya, dan hanya mampu
diam memandangi Radit.
“Mitha… Apa kamu mau kasih aku kesempatan, sekali lagi?” Tanpa sadar
Mitha meneteskan air mata lalu tersenyum hangat, “Radit, aku akan
menjadi orang paling bodoh sedunia, jika tidak memberimu kesempatan
sekali lagi…”
“Jadi…”
“Ya, aku memaafkanmu. Dan aku harap, kamu mau menganggapku dan musik sebagai satu kesatuan dalam hidupmu…”
“Pasti Mitha. Pasti.” Radit pun tersenyum lega.
Seisi gedung yang tadinya hening kini berubah menjadi sangat riuh. Mereka bersorak dan bertepuk tangan untuk Mitha dan Radit.
I believe, music is love… And this is a beautiful tune about love… gumam Mitha dipelukan Radit.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar