Pages

Minggu, 25 Mei 2014

Irrational Love

Cinta itu buta, banyak orang yang dibuat buta karena cinta, kata orang-orang. Entah cintanya yang buta atau orangnya yang buta. Cinta bisa membuat orang jadi gila, tapi, bagaimana kalau orang itu memang gila? Cinta tidak memandang usia dan status. Ada yang bilang kalau cinta tidak rasional dan tidak sesuai kenyataan, seperti yang terjadi di cerita-cerita novel, manga atau anime, yang sering aku tonton di waktu luang. Lalu, apakah cintaku ini juga tidak rasional?
Aku berjalan menyusuri koridor sekolah yang sudah 3 tahun aku tempati sebagai tempat menuntut ilmu ini. Seperti biasa, belum banyak teman-temanku yang datang ke sekolah pada jam 06.00 pagi. Tapi, itulah hal yang aku cari, sepi, tidak ada orang dan aku suka ketenangan suasana pagi. Bahkan aku masih bisa mendengar suara nyanyian jangkrik-jangkrik yang ada di taman belakang sekolah.
Menyapu, mengepel, merapikan meja, menyiram bunga, menggemburkan tanah, itulah yang aku kerjakan menjelang teman-temanku yang lain datang. Banyak temanku yang merasa senang kepadaku karena tugas piket mereka telah aku kerjakan. Aku juga senang bisa membantu, tapi, lebih dari itu, ada sesuatu yang aku harapkan selalu terjadi setiap jam 06.00 pagi di sekolah. Bertemu dangan seseorang yang telah mengunci hatiku.
Seperti hari-hari sebelumnya, orang itu datang tepat pukul 06.00 pagi dengan menggunakan sepeda motornya yang bersih. Dia terlihat begitu keren bagiku, dengan seragam rapi yang dipakainya dan sepatu hitam mengkilatnya. Dia benar-benar terlihat bersih dan rapi, seperti biasanya. Dia adalah…
“Takao-sensei, Ohayo Gozaimasu (Selamat Pagi)” ucapku sambil melambaikan tangan agar Takao-sensei dapat melihatku. Aku berlari ke arah Takao-sensei dan membiarkan sapu yang tadi kupegang terjatuh ke lantai.
“Ohayo!” ucap Takao-sensei membalas ucapanku. “Ada tugas piket? Atau menggantikan orang lain piket lagi?” tanya Takao-sensei padaku, beliau melepas helm yang ada di kepalanya.
“Hehe.. Aku hanya senang melakukannya, sensei. Kurasa, bersih-bersih sudah menjdi hobiku. Sepertinya, aku bisa menjadi istri yang baik” ucapku menjawab pertanyaan Takao-sensei tadi. Soal menjadi istri yang baik, aku benar-benar serius.
“Haha..” Takao-sensei tertawa, memperlihatkan gigi-giginya yang putih “Kau begitu cepat memikirkan masa depanmu. Tidak seharusnya siswi SMP mengucapkan itu”
“Sensei tidak mengerti perasaanku” rengekku
“Sensei-mu ini, mengerti perasaan semua muridnya” ucap Takao sensei
“Sensei sendiri, kenapa selalu datang pukul 06.00?” tanyaku
“Sama halnya denganmu. Aku suka membantu guru-guru lain mengerjakan tugas mereka. Lagi pula, aku dibayar untuk itu” ucap Takao-sensei padaku yang menganggu-ngangguk setuju. Takao-sensei adalah guru honor di sekolahku.
“Kalau begitu, lanjutkan tugamu! Ganbatte! (Semangat)” kata Takao-sensei sambil berlalu.
“Arigatou Gozamaisu, sensei” kataku seraya membungkuk.
Namaku Haruka Nanami, kelas IX-C SMP Seirin. Hobiku bersih-bersih dan aku tidak menyukai orang yang jorok. Aku juga tidak menyukai laki-laki di kelasku karena menurutku, mereka semua berprilaku menjijikkan dan kekanak-kanakkan, berisik, serta tidak punya sopan santun. Benar-benar berbeda dengan tipeku.
Tapi, itu bukan berarti aku tidak menyukai laki-laki. Ada satu pria yang aku sukai, sampai-sampai di setiap malam sebelum dia masuk ke kelasku, aku menghafal semua materi yang mungkin akan diajarkannya pada pagi harinya, supaya aku ditunjuk ke depan untuk menjawab semua pertanyaan yang diajukannya. Itu juga berarti aku bisa berdiri di dekatnya. Dan dengan sengaja aku menyalahakan semua jawabanku ketika ulangan di mata pelajarannya supaya bisa mengerjakan remedial test di ruang guru bersamanya, sehabis pulang sekolah. Dan jika aku mendapat remedial di mata pelajarannya, dia akan bilang.
“Kau selalu bisa menjawab semua soal yang ku tuliskan di papan tulis, bahkan kadang kau dapat menjawabnya secara lisan jika tiba-tiba kutanya. Tapi, kenapa kau selalu mendapat remedial di setiap ulangan atau ujian?” begitulah pertanyaan Takao-sensei padaku suatu hari, ketika aku memasuki ruang guru untuk mengerjakan remedial ulangan ke-empat. Dan kalau aku sudah ditanyai begitu aku hanya menjawab dengan tersenyum konyol, yang membuat Takao-sensei tidak dapat berkata-kata lagi.
Pernah suatu hari, ketika aku ingin mengerjakan remedial untuk yang ke enam kalinya, Takao-sensei bilang padaku.
“Hari ini, aku akan membebaskanmu dari remedial”
“Heeee” keluhku dengan nada kecewa.
“Tenang saja. Nilai mu tidak akan rendah di rapor” lanjut Takao-sensei.
“Tapi, kenapa sensei?” tanyaku heran dengan wajah cemberut.
“Anak aneh, seharusnya kau bersyukur karena tidak perlu mengulang ujian” ucap Takao-sensei sambil mengusap-usap rambutku. Ketika itu, aku tidak dapat menahan rona merah di pipiku.
“Setiap kutanya tentang pelajaranku di kelas, kau bisa menjawabnya kan. Nah, itu akan menjadi ganti remedialmu” kata Takao-sensei menjelaskan, tapi aku masih kecewa.
Sosok yang rapi dan selalu menyikat rambutnya ke arah belakang. Hidungnya sedikit mancung dan bulu matanya melentik indah. Dia tidak terlalu tinggi, bahkan aku lebih tinggi 5 cm darinya. Selisih umurku dengannya adalah 13 tahun, orang-orang pasti tidak pernah menyangka kalau aku menyukainya. Tapi, walaupun begitu, dia tetap terlihat muda dan keren. Aku selalu berharap supaya bisa cepat-cepat tumbuh dewasa.
“Enak ya, punya badan yang tinggi sepertimu” itu yang selalu dikatakannya padaku jika aku berjalan beriringan dengannya, membantunya membawakan alat peraga yang akan dipakainya ketika mengajar di kelas.
“Ah, tidak juga sensei” kataku mengelak “Punya tubuh mungil kan lebih kawaii (lucu)”
“Tapi, kau tidak akan bisa jadi model kalau kau punya tubuh yang mungil” balas Takao-sensei sambil merenung, mungkin cita-cita Takao-sensei adalah jadi seorang model dulunya, pikirku. Lalu tiba-tiba Takao-sensei tersenyum padaku. Senyum yang selalu membuatku merasa waktu berhenti di sekitarku dan jantungku berdegup kencang, hampir-hampir aku sendiri takut kalau-kalau sensei mendengar bunyi detak jantungku saat itu. Senyum Takao-sensei yang selalu kunantikan.
Kadang aku berdiri di depan cermin sambil berkacak pinggang memperhatikan bayangan diriku dari ujung rambut sampai ujung kaki. Mengintrogasi, dan bertanya-tanya sendiri seperti orang gila, kenapa aku bisa suka pada orang yang usianya lebih tua 13 tahun dariku. Tapi, aku sering tidak bisa mendapatkan jawabannya dari bayanganku itu, karena aku sendiri juga tidak tau apa yang menyebabkan aku suka pada Takao-sensei yang jauh lebih tua dariku.
Pernah aku coba untuk membuat diriku sendiri membenci Takao-sensei dengan menakut-nakuti bayanganku yang ada di cermin tentang keburukan Takao-sensei. Aku pernah memikirkan sendiri keburukan yang seolah-olah ada pada diri Takao-sensei, dengan harapan supaya aku sadar. Tapi, cara itu hanya membuang-buang waktuku saja. Aku tetap menyukai orang itu.
“Aku suka Takao-sensei” kataku berteriak di dalam kelas ketika aku sudah memastikan kalau tidak ada manusia lain yang akan mendengarkannya.
“Aku juga menyukaimu” kata sebuah suara tiba-tiba. Aku ketakutan setengah mati, karena aku mengenali suara itu. Itu suara…
“Takao-sensei” ucapku terkejut, mendapati Takao-sensei sedang berdiri di ambang pintu kelasku.
“Aku juga menyukaimu, Haruka-san” ucap sensei sekali lagi.
“Tidak,” kataku berteriak “Mak-maksudku, aku benar-benar menyukai sensei” kataku, aku tidak bisa menahan tangis akibat malu.
“Aku tau, kau benar-benar menyukaiku karena aku adalah guru yang baik, kan?” kata sensei dengan serius “Kau juga adalah murid yang paling aku sayang, Haruka Nanami”
“Tidak, sensei tidak mengerti. Ini bukan seperti hubungan guru-dan-murid seperti yang sensei pikirkan. Tapi, lebih seperti, lebih seperti…” aku tidak bisa melanjutkan kata-kataku.
“Lebih seperti seorang pria-dan-gadis?” tanya sensei.
“Iya, eh tidak. Maksudku iya..” aku tertunduk malu. Sensei berjalan mendekati aku yang sedang terduduk di atas meja. “Aku benar-benar menyukai sensei” akuku sekali lagi, bahkan tidak bisa menahan tangisku.
“Aku tau…” sensei mengusap-usap rambutku lembut “Tapi, bukankah lebih baik kalau kau mencari orang yang seumuran denganmu?” bisik sensei ke telingaku.
“….” aku menitikkan air mataku, sedih mendengar penolakan dari sensei.
“Mungkin ini akan membuatmu tambah sedih, tapi aku sudah terlanjur membawa tunanganku kesini. Aku ingin menunjukkan padanya, murid yang paling aku sayangi” aku terkejut mendengar apa yang dikatakan Takao-sensei. Sekilas aku melihat cincin pertunangan melekat indah di jari manisnya. “Kau boleh masuk, Yuno-chan” kata sensei, dan kemudian wanita cantik bertampang anggun dengan menggunakan gaun manis berwarna coklat muda masuk ke ruang kelas. Wanita itu lebih pendek 5 cm dari sensei
“Kaonnichiwa” katnya ramah padaku.
Aku segera bangkit dari tempat dudukku dan merunduk kepada wanita cantik itu.
“Konnichiwa, aku Haruka Nanami. Murid Takao-sensei” kataku berusaha menghapus air mataku, meskipun mustahil wanita itu tidak mendengarkan pembicaraanku tadi dengan Takao-sensei.
Wanita itu hanya tersenyum. “Takao-sensei adalah orang yang baik” kataku “anda sangat beruntung bisa bertunangan dengannya” lanjutku
“Ya, aku memang merasa sangat beruntung” katanya padaku dan menatap Takao-sensei yang sedang merona merah “Kau gadis yang manis” ucapnya padaku. Selain cantik dan anggun, wanita ini juga ramah, pantas saja Takao-sensei suka padanya.
“Dan juga, besok. Aku akan pindah ke Hokkaido. Kau harus tetap belajar dengan rajin meskipun aku tidak mengajarkanmu lagi.” Kata sensei yang membuatku terkejut, sensei akan pidah?
Ketika Takao-sensei dan tunangannya hendak keluar dari ruang kelas, aku memanggl sensei, dan sensei menoleh padaku serta menyuruh tunangannya untuk keluar duluan.
“Maafkan aku, sensei. Aku tidak tau kalau kau sudah bertunangan” kataku malu sambil menundukkan kepalaku.
“Kau tidak salah” kata Takao-sensei dan mengusap-usap rambutku lagi “Aku, juga ingin meminta maaf” lanjutnya, lalu sensei mentapku “Kau mau memaafkanku, kan?” tanyanya.
Aku mengangguk pelan “Sampai jumpa sensei” kataku kemudian.
“Ya, sampai jumpa lagi” balas Takao-sensei dan segera berlalu. Di dalam hatiku aku berjanji, aku akan menceritakan Takao-sensei pada anak-anakku kalau aku sudah besar nanti.
Keesokan harinya, Takao-sensei tidak datang ke sekolahku, tentu saja, karena beliau sudah berangkat ke Hokkaido pagi ini. Aku sedikit kecewa, tapi sudahlah, Takao-sensei sangat senang dan cocok dengan tunangannya. Dan mustahil aku bisa hidup bersama Takao-sensei, dia mungkin tidak mau sabar menunggu sampai aku dewasa.
Takao-sensei membuatku sadar, aku tidak akan menyukai orang yang jauh lebih tua dariku lagi “ya, tidak boleh” gumamku pelan pada diriku sendiri pada saat aku berjalan di sepanjang koridor sekolah pada waktu istirahat.
Tiba-tiba Wuusshhh…, wangi, pikirku, sampai-sampai aku menutup mataku menikmati wangi itu.
Seseorang lewat di sampingku, dengan berpakaian seragam guru. Pakaiannya rapi dan aku baru pertama kali melihatnya. Cukup tampan juga, sepertinya. Hmm… tidak ada salahnya jika aku mencoba sekali lagi kan?.
*IRRATIONAL LOVE — END*

0 komentar:

Posting Komentar

 

Fans