Cinta itu buta, banyak orang yang dibuat buta karena cinta, kata
orang-orang. Entah cintanya yang buta atau orangnya yang buta. Cinta
bisa membuat orang jadi gila, tapi, bagaimana kalau orang itu memang
gila? Cinta tidak memandang usia dan status. Ada yang bilang kalau cinta
tidak rasional dan tidak sesuai kenyataan, seperti yang terjadi di
cerita-cerita novel, manga atau anime, yang sering aku tonton di waktu
luang. Lalu, apakah cintaku ini juga tidak rasional?
Aku berjalan menyusuri koridor sekolah yang sudah 3 tahun aku tempati
sebagai tempat menuntut ilmu ini. Seperti biasa, belum banyak
teman-temanku yang datang ke sekolah pada jam 06.00 pagi. Tapi, itulah
hal yang aku cari, sepi, tidak ada orang dan aku suka ketenangan suasana
pagi. Bahkan aku masih bisa mendengar suara nyanyian jangkrik-jangkrik
yang ada di taman belakang sekolah.
Menyapu, mengepel, merapikan meja, menyiram bunga, menggemburkan
tanah, itulah yang aku kerjakan menjelang teman-temanku yang lain
datang. Banyak temanku yang merasa senang kepadaku karena tugas piket
mereka telah aku kerjakan. Aku juga senang bisa membantu, tapi, lebih
dari itu, ada sesuatu yang aku harapkan selalu terjadi setiap jam 06.00
pagi di sekolah. Bertemu dangan seseorang yang telah mengunci hatiku.
Seperti hari-hari sebelumnya, orang itu datang tepat pukul 06.00 pagi
dengan menggunakan sepeda motornya yang bersih. Dia terlihat begitu
keren bagiku, dengan seragam rapi yang dipakainya dan sepatu hitam
mengkilatnya. Dia benar-benar terlihat bersih dan rapi, seperti
biasanya. Dia adalah…
“Takao-sensei, Ohayo Gozaimasu (Selamat Pagi)” ucapku sambil melambaikan
tangan agar Takao-sensei dapat melihatku. Aku berlari ke arah
Takao-sensei dan membiarkan sapu yang tadi kupegang terjatuh ke lantai.
“Ohayo!” ucap Takao-sensei membalas ucapanku. “Ada tugas piket? Atau
menggantikan orang lain piket lagi?” tanya Takao-sensei padaku, beliau
melepas helm yang ada di kepalanya.
“Hehe.. Aku hanya senang melakukannya, sensei. Kurasa, bersih-bersih
sudah menjdi hobiku. Sepertinya, aku bisa menjadi istri yang baik”
ucapku menjawab pertanyaan Takao-sensei tadi. Soal menjadi istri yang
baik, aku benar-benar serius.
“Haha..” Takao-sensei tertawa, memperlihatkan gigi-giginya yang putih
“Kau begitu cepat memikirkan masa depanmu. Tidak seharusnya siswi SMP
mengucapkan itu”
“Sensei tidak mengerti perasaanku” rengekku
“Sensei-mu ini, mengerti perasaan semua muridnya” ucap Takao sensei
“Sensei sendiri, kenapa selalu datang pukul 06.00?” tanyaku
“Sama halnya denganmu. Aku suka membantu guru-guru lain mengerjakan
tugas mereka. Lagi pula, aku dibayar untuk itu” ucap Takao-sensei padaku
yang menganggu-ngangguk setuju. Takao-sensei adalah guru honor di
sekolahku.
“Kalau begitu, lanjutkan tugamu! Ganbatte! (Semangat)” kata Takao-sensei sambil berlalu.
“Arigatou Gozamaisu, sensei” kataku seraya membungkuk.
Namaku Haruka Nanami, kelas IX-C SMP Seirin. Hobiku bersih-bersih dan
aku tidak menyukai orang yang jorok. Aku juga tidak menyukai laki-laki
di kelasku karena menurutku, mereka semua berprilaku menjijikkan dan
kekanak-kanakkan, berisik, serta tidak punya sopan santun. Benar-benar
berbeda dengan tipeku.
Tapi, itu bukan berarti aku tidak menyukai laki-laki. Ada satu pria
yang aku sukai, sampai-sampai di setiap malam sebelum dia masuk ke
kelasku, aku menghafal semua materi yang mungkin akan diajarkannya pada
pagi harinya, supaya aku ditunjuk ke depan untuk menjawab semua
pertanyaan yang diajukannya. Itu juga berarti aku bisa berdiri di
dekatnya. Dan dengan sengaja aku menyalahakan semua jawabanku ketika
ulangan di mata pelajarannya supaya bisa mengerjakan remedial test di
ruang guru bersamanya, sehabis pulang sekolah. Dan jika aku mendapat
remedial di mata pelajarannya, dia akan bilang.
“Kau selalu bisa menjawab semua soal yang ku tuliskan di papan tulis,
bahkan kadang kau dapat menjawabnya secara lisan jika tiba-tiba kutanya.
Tapi, kenapa kau selalu mendapat remedial di setiap ulangan atau
ujian?” begitulah pertanyaan Takao-sensei padaku suatu hari, ketika aku
memasuki ruang guru untuk mengerjakan remedial ulangan ke-empat. Dan
kalau aku sudah ditanyai begitu aku hanya menjawab dengan tersenyum
konyol, yang membuat Takao-sensei tidak dapat berkata-kata lagi.
Pernah suatu hari, ketika aku ingin mengerjakan remedial untuk yang ke enam kalinya, Takao-sensei bilang padaku.
“Hari ini, aku akan membebaskanmu dari remedial”
“Heeee” keluhku dengan nada kecewa.
“Tenang saja. Nilai mu tidak akan rendah di rapor” lanjut Takao-sensei.
“Tapi, kenapa sensei?” tanyaku heran dengan wajah cemberut.
“Anak aneh, seharusnya kau bersyukur karena tidak perlu mengulang ujian”
ucap Takao-sensei sambil mengusap-usap rambutku. Ketika itu, aku tidak
dapat menahan rona merah di pipiku.
“Setiap kutanya tentang pelajaranku di kelas, kau bisa menjawabnya kan.
Nah, itu akan menjadi ganti remedialmu” kata Takao-sensei menjelaskan,
tapi aku masih kecewa.
Sosok yang rapi dan selalu menyikat rambutnya ke arah belakang.
Hidungnya sedikit mancung dan bulu matanya melentik indah. Dia tidak
terlalu tinggi, bahkan aku lebih tinggi 5 cm darinya. Selisih umurku
dengannya adalah 13 tahun, orang-orang pasti tidak pernah menyangka
kalau aku menyukainya. Tapi, walaupun begitu, dia tetap terlihat muda
dan keren. Aku selalu berharap supaya bisa cepat-cepat tumbuh dewasa.
“Enak ya, punya badan yang tinggi sepertimu” itu yang selalu
dikatakannya padaku jika aku berjalan beriringan dengannya, membantunya
membawakan alat peraga yang akan dipakainya ketika mengajar di kelas.
“Ah, tidak juga sensei” kataku mengelak “Punya tubuh mungil kan lebih kawaii (lucu)”
“Tapi, kau tidak akan bisa jadi model kalau kau punya tubuh yang mungil”
balas Takao-sensei sambil merenung, mungkin cita-cita Takao-sensei
adalah jadi seorang model dulunya, pikirku. Lalu tiba-tiba Takao-sensei
tersenyum padaku. Senyum yang selalu membuatku merasa waktu berhenti di
sekitarku dan jantungku berdegup kencang, hampir-hampir aku sendiri
takut kalau-kalau sensei mendengar bunyi detak jantungku saat itu.
Senyum Takao-sensei yang selalu kunantikan.
Kadang aku berdiri di depan cermin sambil berkacak pinggang
memperhatikan bayangan diriku dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Mengintrogasi, dan bertanya-tanya sendiri seperti orang gila, kenapa aku
bisa suka pada orang yang usianya lebih tua 13 tahun dariku. Tapi, aku
sering tidak bisa mendapatkan jawabannya dari bayanganku itu, karena aku
sendiri juga tidak tau apa yang menyebabkan aku suka pada Takao-sensei
yang jauh lebih tua dariku.
Pernah aku coba untuk membuat diriku sendiri membenci Takao-sensei
dengan menakut-nakuti bayanganku yang ada di cermin tentang keburukan
Takao-sensei. Aku pernah memikirkan sendiri keburukan yang seolah-olah
ada pada diri Takao-sensei, dengan harapan supaya aku sadar. Tapi, cara
itu hanya membuang-buang waktuku saja. Aku tetap menyukai orang itu.
“Aku suka Takao-sensei” kataku berteriak di dalam kelas ketika aku
sudah memastikan kalau tidak ada manusia lain yang akan mendengarkannya.
“Aku juga menyukaimu” kata sebuah suara tiba-tiba. Aku ketakutan setengah mati, karena aku mengenali suara itu. Itu suara…
“Takao-sensei” ucapku terkejut, mendapati Takao-sensei sedang berdiri di ambang pintu kelasku.
“Aku juga menyukaimu, Haruka-san” ucap sensei sekali lagi.
“Tidak,” kataku berteriak “Mak-maksudku, aku benar-benar menyukai sensei” kataku, aku tidak bisa menahan tangis akibat malu.
“Aku tau, kau benar-benar menyukaiku karena aku adalah guru yang baik,
kan?” kata sensei dengan serius “Kau juga adalah murid yang paling aku
sayang, Haruka Nanami”
“Tidak, sensei tidak mengerti. Ini bukan seperti hubungan guru-dan-murid
seperti yang sensei pikirkan. Tapi, lebih seperti, lebih seperti…” aku
tidak bisa melanjutkan kata-kataku.
“Lebih seperti seorang pria-dan-gadis?” tanya sensei.
“Iya, eh tidak. Maksudku iya..” aku tertunduk malu. Sensei berjalan
mendekati aku yang sedang terduduk di atas meja. “Aku benar-benar
menyukai sensei” akuku sekali lagi, bahkan tidak bisa menahan tangisku.
“Aku tau…” sensei mengusap-usap rambutku lembut “Tapi, bukankah lebih
baik kalau kau mencari orang yang seumuran denganmu?” bisik sensei ke
telingaku.
“….” aku menitikkan air mataku, sedih mendengar penolakan dari sensei.
“Mungkin ini akan membuatmu tambah sedih, tapi aku sudah terlanjur
membawa tunanganku kesini. Aku ingin menunjukkan padanya, murid yang
paling aku sayangi” aku terkejut mendengar apa yang dikatakan
Takao-sensei. Sekilas aku melihat cincin pertunangan melekat indah di
jari manisnya. “Kau boleh masuk, Yuno-chan” kata sensei, dan kemudian
wanita cantik bertampang anggun dengan menggunakan gaun manis berwarna
coklat muda masuk ke ruang kelas. Wanita itu lebih pendek 5 cm dari
sensei
“Kaonnichiwa” katnya ramah padaku.
Aku segera bangkit dari tempat dudukku dan merunduk kepada wanita cantik itu.
“Konnichiwa, aku Haruka Nanami. Murid Takao-sensei” kataku berusaha
menghapus air mataku, meskipun mustahil wanita itu tidak mendengarkan
pembicaraanku tadi dengan Takao-sensei.
Wanita itu hanya tersenyum. “Takao-sensei adalah orang yang baik” kataku
“anda sangat beruntung bisa bertunangan dengannya” lanjutku
“Ya, aku memang merasa sangat beruntung” katanya padaku dan menatap
Takao-sensei yang sedang merona merah “Kau gadis yang manis” ucapnya
padaku. Selain cantik dan anggun, wanita ini juga ramah, pantas saja
Takao-sensei suka padanya.
“Dan juga, besok. Aku akan pindah ke Hokkaido. Kau harus tetap belajar
dengan rajin meskipun aku tidak mengajarkanmu lagi.” Kata sensei yang
membuatku terkejut, sensei akan pidah?
Ketika Takao-sensei dan tunangannya hendak keluar dari ruang kelas,
aku memanggl sensei, dan sensei menoleh padaku serta menyuruh
tunangannya untuk keluar duluan.
“Maafkan aku, sensei. Aku tidak tau kalau kau sudah bertunangan” kataku malu sambil menundukkan kepalaku.
“Kau tidak salah” kata Takao-sensei dan mengusap-usap rambutku lagi
“Aku, juga ingin meminta maaf” lanjutnya, lalu sensei mentapku “Kau mau
memaafkanku, kan?” tanyanya.
Aku mengangguk pelan “Sampai jumpa sensei” kataku kemudian.
“Ya, sampai jumpa lagi” balas Takao-sensei dan segera berlalu. Di dalam
hatiku aku berjanji, aku akan menceritakan Takao-sensei pada anak-anakku
kalau aku sudah besar nanti.
Keesokan harinya, Takao-sensei tidak datang ke sekolahku, tentu saja,
karena beliau sudah berangkat ke Hokkaido pagi ini. Aku sedikit kecewa,
tapi sudahlah, Takao-sensei sangat senang dan cocok dengan tunangannya.
Dan mustahil aku bisa hidup bersama Takao-sensei, dia mungkin tidak mau
sabar menunggu sampai aku dewasa.
Takao-sensei membuatku sadar, aku tidak akan menyukai orang yang jauh
lebih tua dariku lagi “ya, tidak boleh” gumamku pelan pada diriku
sendiri pada saat aku berjalan di sepanjang koridor sekolah pada waktu
istirahat.
Tiba-tiba Wuusshhh…, wangi, pikirku, sampai-sampai aku menutup mataku menikmati wangi itu.
Seseorang lewat di sampingku, dengan berpakaian seragam guru. Pakaiannya
rapi dan aku baru pertama kali melihatnya. Cukup tampan juga,
sepertinya. Hmm… tidak ada salahnya jika aku mencoba sekali lagi kan?.
*IRRATIONAL LOVE — END*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar