Pages

Kamis, 31 Januari 2013

bangunan ki de ing suro



4
Masjid besar Al Mahmudiyah di Jl Ki Gede Ing Suro, Kelurahan 30 Ilir, Kecamatan Ilir Barat (IB) II, Palembang merupakan salah satu masjid bersejarah. Siapa sangka, tempat ibadah umat muslim yang akrab disebut Masjid Suro. Masjid  ini sempat terlantar sejak didirikan oleh Ki H Abdurahman Delamat tahun 1889. Tak tanggung-tanggung, masjid ini terlantar hingga 32 tahun pada zaman penjajahan kolonial Belanda.Keterangan Lukman Nulhakim, sekretaris Mesjid Al Mahmudiyah, perjuangan Ki H Abdurahman Delamat mendirikan Masjid Al Mahmudiyah
mendapat tentangan keras penjajah  Belanda. Usai mendirikan mesjid ini, sesuai dengan nama lokasi masjid, Jl Ki Gede Ing Suro, Ki H Abdurahman Delamat mendapat panggilan dari residen Belanda. “H. Abdurahman Delamat mendapat peringatan agar tidak melakukan shalat Jumat serta shalat berjemaah di masjid yang baru dibangunnya,” ungkap Lukman.
Dalam pandangan Belanda, H.Abdurahman menyampaikan dakwah terselubung tentang pentingnya persatuan dan kesatuan umat Islam. Hanya saja, berdasarkan catatan yang dikumpulkan langsung oleh Hasan Basri, cucu Ki H.Abdurahman Delamat, Belanda khawatir terhadap banyaknya keanehan yang terjadi selama pendirian mesjid. Tidak disebutkan secara rinci pekerjaan H Abdurahman Delamat berdasarkan catatan Hasan Basri. Tidak seperti Mgs. Abdul Hamid bin Mahmud atau Kiai Merogan yang dikenal sebagai saudagar kayu dan membiayai sendiri Masjid Kiai Muara Ogan serta Masjid Lawang Kidul yang membutuhkan biaya sangat besar.
H. Abdurahman sendiri konon mendapatkan uang yang dibutuhkan untuk membangun Mesjid Suro setelah shalat Tahajud dan berdoa meminta rezeki. Setelah itu, di bawah sajadahnya, didapatilah uang yang kemudian dipergunakan untuk membayar gaji pekerja mesjid serta membeli bahan bangunan. Residen Belanda yang sempat meminta penjelasan dana pembangunan mesjid sempat dibuat tercengang. Ketika Ki H. Abdurahman Delamat membawa satu karung uang. Padahal, isi karung tersebut konon awalnya hanya serutan kayu.Keanehan lainnya, balok kayu penyangga mesjid yang tidak mencapai atap, menjadi panjang berkat doanya. Pernah juga kata Lukman, puluhan pekerja mendorong kayu dari Sungai Musi menuju mesjid. Beratnya kayu tersebut membuat pekerja sulit menggerakkan balok kayu. Oleh H. Abdurahman, balok kayu didorong dari belakang.
Dengan bantuan beberapa pekerja saja, kayu besar tersebut bisa dibawa ke mesjid. Termasuk kayu balok penyangga mesjid, yang dinilai tukang sebagai kayu kelas tiga, selesai dipasang dan digosok oleh H. Abdurahman Delamat, balok itu menjadi kayu kelas satu. “Semua kejadian ini disaksikan oleh tukang serta masyarakat yang bergotong royong membangun mesjid,” ujar Lukman.Alhasil, dari semua keanehan tersebut, Residen Belanda mendesak Ki H. Abdurahman Delamat meninggalkan Palembang. Khawatir dengan kehebatan dan kharisma besarnya.Permintaan tersebut disetujui. Ki H. Delamat hanya meminta syarat, ketika meninggal dapat dikebumikan di dalam mesjid yang dibangunnya. Syarat diajukan Ki H Delamat disetujui residen Belanda.Setelah mengungsi, kepengurusan Mesjid Al Mahmudiyah diserahkan pada Ki Kgs. H Mahmud Usman. Namun, tak lama berselang Ki Kgs.

5
H. Mahmud Usman meninggal, masjid sempat terbengkalai. Satu mesjid lainnya, juga dibangun Ki H. Delamat di 36 Ilir yang belum selesai terbangun, terpaksa di tinggalkan (sekarang Masjid Ardaniyyah).Ki H. Delamat sendiri, dalam pengungsiannya di dusun Serika meninggal pada tahun 1892. Oleh dua anaknya, H Abdul Kodir dan HM. Yusuf, makam Ki H Delamat dibongkar kemudian dibawa ke Palembang. Dimakamkan di belakang mimbar mesjid sesuai persetujuan ayah mereka bersama residen Belanda kala itu.Hanya saja, ketika mengetahui jenazah Ki H Delamat telah dipindah ke Mesjid Al Mahmudiyah, Residen Belanda marah dan meminta makam segera dipindahkan. Namun, dibantu tahanan Belanda, kotak jenazah Ki H Delamat yang terendam dan mengeluarkan aroma wangi tak dapat diangkat. Tali pengangkat peti malah sempat putus.”“Makam baru bisa dipindah ke belakang sekolah Nurul Falah, 30 Ilir setelah anak Ki H Delamat meminta bantuan Kiai Merogan sebagai orang dekat Ki H Delamat. Kiai Merogan hanya mengucapkan beberapa kata, meminta Ki H Delamat tidak menyusahkan anaknya. Setelah perkataan itu, hanya dengan dua orang, kotak kayu berhasil diangkat,” jelas Lukman.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Fans