Pages

Selasa, 17 September 2013

rahasia dibalik tsunami aceh

Daerah garis pantai Kreung Raya memang menyimpan banyak cerita setelah tsunami reda. Di pantai itu pula ulama besar dari abad silam, Syiah Kuala dimakamkan. Makam yang indah di tepi pantai.

Di tepi pantai itu pula, dua malam sebelum bencana, menurut keterangan penduduk yang selamat, beberapa anggota Brimob yang beragama Kristen merayakan malam Natal. Acara cukup meriah, ujar seorang penduduk yang selamat. Tapi tak hanya perayaan Natal. Pada malam berikutnya, perayaan Natal berganti dengan pesta. Tak jelas, apakah orang-orang yang berada di tempat tersebut sama dengan orang-orang sebelumnya, tapi yang jelas, malam itu lebih meriah dengan malam sebelumnya.



Pesta api unggun hingga pagi hari. Tenda-tenda juga didirikan. Suara-suara perempuan terdengar oleh penduduk dari kejauhan. Entah sedang berlangsung pesta apa di pantai dekat makam Syekh Syiah Kuala itu. Pesta memang terus berlangsung hingga sinar matahari memecahkan gelap langit. Penduduk sekitar menceritakan, orang-orang tersebut bahkan masih berada di pantai saat gempa mengguncang. Peserta pesta semalam itu, dituturkan, terkaget-kaget juga saat air pantai surut hingga jauh ke laut. Mereka terbengong-bengong dan tak tahu apa yang terjadi.

Di saat seperti itulah, air datang. Tapi anehnya, menurut penduduk, air tak hanya datang dari arah laut. Air keluar dari arah makam. Air hitam, tinggi menjulang. Dan para peserta pesta pun terkepung. Dari depan mereka, arah laut, sebelum sempat sadar, gelombang dengan kecepatan setara jet komersial datang menghantam. Sedangkan dari belakang, air yang memancar tinggi, setinggi pohon kelapa dan juga bagai tembok, panjangnya menghalangi jalan keluar.

Benarkah cerita yang dituturkan penduduk Kreung Raya itu? Tentang air hitam yang keluar dengan dahsyat dari areal makam? Wallahu a’lam. Yang jelas, makam Syiah Kuala yang berusia ratusan tahun itu kini telah hilang, nyaris tak meninggalkan bekas di tempatnya.

Keajaiban dan karomah lain diperlihatkan lewat pemeran lain. Kali ini hewan-hewan, bukan manusia. Sebelum gempa dan gelombang tsunami menghantam, tanda-tanda yang disampaikan oleh alam dan hewan telah bertebaran. Kawanan burung putih terbang berarak-arak di langit kota Banda Aceh. Menurut kakek nenek dan orang-orang dulu, jika kawanan burung putih melintas di atas langit, akan ada bencana yang datang dari laut. Begitu juga jika air laut surut dengan cepat dari pantai. Orang tua dulu telah memberikan nasihat turun-temurun, jika air surut dengan cepat, depat-cepat lari naik ke hutan. Karena tak lama, ombak setinggi pohon kelapa akan segera datang.

Setelah bencana terjadi pun, keajaiban yang ditunjukkan oleh alam dan binatang juga terjadi. Mayat-mayat yang terbengkalai di mana-mana, hingga hari ini dikhawatirkan menimbulkan gelombang bencana susulan. Gelombang wabah kolera.

Tapi hingga hari ini, dua pekan lebih setelah hari bencana, belum diketahui ada korban selamat yang terjangkit kolera. Dan ini adalah keajaiban lain.

Keajaiban yang lain adalah, tak ada lalat-lalat yang mengerumuni mayat yang sudah pasti akan membantu cepatnya penyebaran virus atau bakteri kolera. Keheranan akal ini dicermati dengan teliti oleh dr. Mastanto dari Posko Keadilan Peduli Umat (PKPU). “Saya heran, benar-benar tidak ada lalat. Saya tak bisa membayangkan kalau lalat-lalat ada. Kolera pasti tak terbendung,” ujarnya.

Keajaiban dan karomah, kebesaran dan karunia Allah memang tak pernah absen dari kehidupan manusia. Asal kita pandai membaca tanda-tanda, kebesaran Allah selalu ada di mana-mana. Dan seharusnya, kebesaran itu pula yang akan membuat kepala kita kian tertunduk, hati dan jiwa kita kian mengerti bahwa hidup tidak lain kecuali untuk beribadah. Kepada-Nya.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Fans