Kini hari telah berganti. Hari memang sudah pagi bahkan menjelang
siang, tapi aku masih berbaring malas di sini. Aku sama sekali tak punya
semangat untuk bekerja hari ini. Awalnya aku punya rencana pagi ini aku
akan membantu eomma untuk mengurusi tokonya dan sorenya aku akan ke
studio foto untuk memulai pekerjaanku. Tapi beberapa menit yang lalu aku
menghubungi eomma dan tuan Han kalau aku tidak datang hari ini karena
sedang tidak enak badan. Untung mereka memakluminya. karena memang
mereka mengetahui tentang penyakitku.
“Eonni-ya, apa kau masih ingin bermalas-malasan disini saja? Kau
tidak ingin mandi, eoh?” Aku hanya menatap malas gadis yang berada di
sebelahku. Rara memang tidak pulang dari apartementku setelah
mengantarku dari rumah sakit kemarin. Dia bilang ingin menemaniku.
Padahal aku tahu dia tak pulang karena dia pasti khawatir tentang
penyakitku ini yang baru diberitahu oleh Kwon uisa kemarin.
“Aish, kan sudah ku katakan hari ini aku tak akan beraktivitas hari
ini. Entah Rara-ya, mengapa aku begitu malas hari ini. Ah sebentar, aku
ingin mandi dulu.” Aku memilih untuk mandi. Yah setidaknya walau aku
tidak ada kegiatan, yang terpenting aku sudah segar dan wangi setelah
mandi. Walau hatiku tak pernah sesegar itu.
Dan di sinilah aku, kamar mandi berwarna biru lautku. Aku begitu
menikmati guyuran air yang berasal dari shower di kamar mandiku ini.
Saat-saat mandi adalah saat-saat terindah bagiku. karena bagiku, guyuran
air ini bagai menghapus semua hal yang tidak ingin aku ingat hari ini.
Menjadi seorang yang baru untuk hari ini. Aku terduduk di bawah air
dingin yang membasahi tubuhku ini. Benar-benar sangat sejuk.
“Argh..”
Seketika kepalaku berdenyut. Sangat sakit. Aku memang biasa merasakan
sakit seperti ini. Tapi mengapa kali ini lebih sakit dari biasanya? Apa
karena penyakitku yang tiap hari kian parah ini? Ah, aku benar-benar
tak bisa menahan rasa sakit ini. Aku menjambak rambutku kuat. Berharap
rasa sakit ini akan berkurang ataupun hilang. Ya Tuhan.. Aku mohon
jangan siksa aku dengan penyakit bodoh ini. Kumohon. Ini sangatlah
sakit.
Seketika sekelebat banyangan Dong Hae oppa muncul. Ah, aku merasa
bersalah tidak memberi tahunya tentang penyakitku. Dan aku ingat hari
ini Dong Hae oppa dan member lain akan berangkat ke Indonesia. Aku
berharap dia tak pernah mengetahui ini. Aku takut ini akan mengganggu
pekerjaannya. Aku tak mau. Aku berharap aku akan segera sembuh agar bisa
menjadi hidupku yang biasa. Tanpa membebani seseorang disini. Aku
pernah berharap menghabiskan waktu terakhirku bersama Dong Hae oppa.
Tapi kurasa, itu sangatlah sulit.
Apa aku harus menjalani pengobatan di Canada itu? Ya Tuhan…
“Rara-ya, apa aku harus melakukan pengobatan itu di Canada?”
Pertanyaan itu seketika keluar dari mulutku. Sedari tadi aku hanya
memikirkan masalah itu. Duduk di halaman rumah di pagi hari memang bisa
membuat nyaman dan hangat. Dan Rara yang sedari tadi memandang lurus ke
depan lalu menatapku.
“Apa maksudmu? Kau mau melakukan pengobatan di Negara yang sangat jauh dari tanah lahirmu sendiri hum?”
“Kurasa aku membutuhkan pengobatan itu. Kau ingin kan aku kembali menjadi Kim Ji Woo yang tidak berpenyakit seperti dulu?”
“Baiklah, aku akan mendukungmu. Tapi ku mohon, biarkan aku ikut bersamamu. Aku ingin menemanimu.”
“Ne, kau boleh ikut denganmu. Ayolah, berikan pelukan untuk eonni-mu
ini.” Dengan rasa sayang, kami berpelukan. Pelukan erat seorang sahabat
yang sangat hangat dan nyaman. Aku ingin aku selalu bisa bersamanya. Aku
menyayangi sahabatku ini. Sahabat yang mengetahui penyakitku dari awal
hingga sekarang.
Namun tiba-tiba, kepalaku kembali berdenyut dan terasa berputar.
Tuhan, mengapa rasa sakit ini selalu datang saat aku sedang bersama
orang tersayangku? Saat aku memikirkan orang-orang di sekitarku? Aku tak
mungkin menunjukkan rasa sakitku padanya. Tak bisa di pungkiri, rasa
sakit ini semakin menyiksa diriku. Aku mulai merasakan aliran darah yang
keluar dari hidungku. Namun seketika dekapan eratku mulai longgar dan
pandangan kini gelap.
#Dong Hae’s POV
Akhirnya aku bersama hyeong dan dongsaengku tiba di Indonesia yang sudah
malam ini. Perjalanan yang tidak bisa di katakan sebentar karena
membutuhkan waktu berjam-jam. Tiba di Indonesia, kami langsung menuju
hotel, mempersiapkan hal-hal yang akan ditampilkan untuk show kami
besok. Aku harap, kami tak akan mengecewakan penggemar kami disini.
Semua member sudah berada di kamarnya masing-masing. Mungkin semuanya
sudah terlelap tidur. Tapi aku masih tidak bisa tidur di kamarku.
Pikiranku melayang, memikirkan Kim Ji yang berada di Korea itu.
Memandang bentangan langit malam yang bertabur bintang membuatku
mengingat wajah cantik Kim Ji. Entah mengapa aku khawatir dengan
keadaannya di sana. Hatiku mengatakan ada sesuatu yang dialami Kim Ji di
sana. Aku ingin sekali menghubunginya hanya untuk menanyakan kabarnya
saat ini, tapi tiba-tiba perkataan Meneger Hyeong membuatku mengurungkan
niatku itu.
“Untuk kali ini, aku tidak mengizinkan kalian untuk menggunakan
ponsel kalian. Jika sudah selesai konser terakhir dan akan pulang ke
Korea, kalian boleh menggunakan ponsel kalian kembali. Aku tak ingin
ponsel itu akan mengganggu kalian disini.”
Meneger Hyeong benar-benar tega. Padahal dia tahu aku mempunyai
kekasih yang harus aku pantau setiap kali. Ya Tuhan, kumohon jaga
kekasihku agar selalu baik-baik saja sampai aku kembali nanti. Aku
mencintainya.
“Hae-ya, kau tidak tidur? Ini sudah sangat malam. Kau bisa sakit!”
Aku tersenyum sejenak saat menyadari seseorang yang tiba-tiba berdiri di
sampingku ini adalah Eun Hyuk, sahabatku. Pria yang tingginya setara
denganku ini menatap sekilas lalu mengalihkan pandangannya ke langit
hitam nan cerah itu.
“Aku sedang memikirkan Kim Ji. Aku merindukannya.” Aduku padanya,
membuat tubuhnya mengarah sempurna ke diriku. Dari ujung mataku, aku
dapat melihatnya tersenyum manis.
“Aku tahu perasaanmu ketika berada jauh dari Kim Ji. Tapi ini tidak
lama, Hae-ya. Kita di sini hanya memakan waktu dua hari, tak lebih.
Setelah kembali ke Korea, kau akan kembali bersamanya lagi. Kau hanya
perlu bersabar!”
“Hmm… Aku pikir juga begitu. Terima kasih.”
#Kim Ji’s POV
Ini sudah hari kedua Dong Hae oppa di Indonesia. Tapi aku sudah beberapa
kali menghubunginya, tapi ponselnya masih saja mati. Apa dia sengaja
mematikan telfonnya? Bahkan setiap foto yang aku kirim kepadanya, ia tak
pernah membalasnya. Aku hanya ingin mengatakan jika besok aku akan
berangkat ke Canada untuk menjalani pengobatanku. Huh~ bagaimana aku
harus memberitahunya.
Saat ini aku sedang berada di rumah sakit. Tidur dengan lemas di
ranjang rumah sakit ini. Kemarin aku pingsan di pelukan Rara dan
langsung dilarikan ke rumah sakit. Dan kata uisanim, aku harus segera
menjalani pengobatan itu. Walau aku tahu, kesempatan sembuhku tidak
sebanyak harapanku. Aku hanya bisa pasrah saat ini. Dan saat ini, eomma
sudah berada di sini.
“Jinnie, kau sudah memberi tahu Dong Hae kalau kau akan pergi ke
Canada besok?” Pertanyaan eomma tiba-tiba itu membuatku mengalihkan
perhatianku dari ponselku yang aku genggam. Menatap mata teduh wanita
paruh baya ini.
“Ponselnya tidak aktif, eomma. Aku rasa dia sibuk di Indonesia. Aku
akan memberitahunya jika ponselnya sudah ia aktifkan kembali.” Eomma
hanya mengangguk mendengarkan penjelasanku. Ya, kuharap besok itu akan
terjadi.
Hari keberangkatanku. Hari dimana aku akan meninggalkan Korea dalam
waktu yang tidak ditentukan. Dan saat ini aku sudah berada di bandara,
menunggu kedatangan pesawat yang akan mengantarkanku ke Canada untuk
mulai melakukan pengobatan agar aku bisa sembuh. Disini aku membawa
dokter Kwon dan beberapa perawat ke Canada. Bersama eomma dan Rara, aku
akan pergi. Appa-ku? Dia sudah tenang bersama Tuhan di surga sana.
Keadaanku saat ini memang sangat lemah. Makanya aku dianjurkan untuk
pergi dengan kursi roda yang didorong oleh Rara. Namun sedari tadi, aku
terus menggenggam ponselku dan mencoba menelfon Dong Hae oppa agar dia
tidak terlalu khawatir aku tidak ada di apartement. Tapi tetap saja
ponselnya tidak aktif. Sebenarnya apa yang terjadi dengannya disana?
“Kajja, kita pergi. Pesawatnya sudah tiba.” Aku hanya menggangguk
lemas menyetujui perkataan eomma tadi. Aku pergi tanpa memberitahu Dong
Hae oppa. Sungguh aku sangat tidak mengharapkan ini!
Kursi rodaku terus didorong sampai pintu keberangkatan. Tapi aku
tidak putus asa untuk mencoba menelfon Dong Hae oppa. Dengan harapan
akan diangkat olehnya. Ya Tuhan, aku mohon semoga dia mengangkat
telfonku. Hanya mendengar suaranya aku sudah senang. Kali ini saja. Dan,
yeah! Tersambung.. terima kasih Tuhan..
#Dong Hae’s POV
Drrttt.. Drrttt..
Aku menghentikan gerakan tanganku yang dari tadi mengetuk pintu kamar
apartement saat merasakan sebuah getaran ponselku di celanaku. Aku
memang baru saja menyalakan ponselku. Saat ini aku sedang berada di
depan kamar apartement Kim Ji. Ya, setelah sampai di Korea jam 8 pagi
tadi, aku langsung melesat ke sini saat jam sudah menunjukkan pukul 9
tepat. Aku sudah sangat ingin menemuinya.
Dengan segera aku merogoh saku celanaku dan mengambil benda persegi
panjang yang terus berbunyi itu. Aku membaca layar ponselku melihat
siapa yang menelfonku. ‘Jinnie calling’. Aku langsung mengangkat
telfonnya. Aku sangat rindu suaranya yang manis itu, sungguh!
“Yeoboseyo.”
“Yeoboseyo, oppa.”
“Jinnie, aku sedang berada di depan kamar apartementmu. Kajja buka
pintunya. Aku sudah mengetuk pintu ini dari tadi, namun tidak ada
seorang pun yang membukakan pintu untukku.”
“Mianhae, oppa. Aku sedang tidak ada di kamar. Aku sedang ada di bandara untuk pergi ke Canada.”
“MWO?”
“Mianhae, oppa. Aku sebenarnya ingin memberitahumu sejak kemarin,
tapi ponselmu tidak aktif. Aku akan pergi ke Canada untuk menjalani
pengobatan kanker darah yang aku derita. Kumohon jangan susul aku di
bandara. karena itu akan sia-sia. Aku akan selalu mengabarimu dan
secepatnya aku akan kembali ke Korea. Menjadi Kim Ji Woo baru yang tidak
berpenyakit.”
“Kumohon, biarkan aku menyusulmu. Aku merindukanmu!”
“Tidak, jangan! Tapi saat aku sudah kembali, kita akan bersama. Aku
yakin. Jaga dirimu baik-baik, oppa. Pesawat sudah akan lepas landas.
Selamat tinggal, oppa. Tunggu aku kembali. Saranghae.”
“Yeoboseyo.. Jinnie.. yeoboseyo. Argh..”
Aku begitu frustasi sekarang. Dia tak membiarkanku untuk menyusulnya.
Kakiku seakan lemas. Dan kini, aku sudah jatuh berlutut di atas tanah.
Aku tak peduli orang-orang melihatku aneh. Ya Tuhan, apa maksudnya ini?
Apa ini balasan darimu karena aku sering mengabaikan Kim Ji dan tidak
pernah memberikan waktuku untuknya?
Aku benar-benar menyesal sekarang. Dia pergi dengan penyakit yang
beberapa menit lalu baru aku ketahui. Padahal aku sengaja cepat-cepat
ingin sampai ke Korea untuk segera menemuinya. Harapanku yang akan
memeluknya erat saat aku melihatnya pupus sudah. Semuanya sudah terjadi
dan dia sudah pergi. Benar-benar membuatku bingung. Sungguh jika sudah
seperti ini, ingin rasanya aku memutar waktu untuk mengulangnya lagi
bersama Kim Ji.
Ya Tuhan, jika ini memang balasan untukku, aku akan menerimanya.
Baiklah, aku terima karena ini memang salahku dari awal karena sering
lebih mementingkan pekerjaanku daripada kekasihku. Yang sebenarnya aku
tahu dia sering membutuhkanku. Tapi kumohon Tuhan, sembuhkanlah dia. Aku
ingin saat dia kembali nanti, dia menjadi Kim Ji yang aku kenal dengan
keadaan yang baik-baik saja.
Jinnie, aku mohon jangan terlalu lama pergi. Aku akan menunggumu.
Terima kasih untuk semua perhatianmu. Aku janji akan memberikan banyak
waktuku jika kau pulang nanti. Mengubah semua perlakuanku padamu. Aku
mencintaimu. Sangat mencintaimu, Kim Ji Woo.
—THE END—
Cerpen Karangan: Jinnie Kim
Facebook: http://www.facebook.com/dhea.safitri524
Jinnie Kim yang bernama asli Dhea Safitri adalah penulis amatir yang
sering membuat naskah berupa cerpen Korea atau yang biasa disebut
FanFiction. Saya mencoba untuk mengirim naskah saya di cerpenmu.com,
sebagai waktu luang saya.
Cukup sekian, terima kasih.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar