Ketika kamu berhasil, teman-temanmu tau siapa kamu
ketika kamu gagal, kamu tau siapa teman-temanmu.
Hari itu seperti biasa aku pergi ke TPA untuk mengaji. Disana
teman-temanku sudah menunggu di taman bermain. Gedung TPA-ku ini
merupakan gedung taman kanak-kanak dengan 3 ruang utama dan di
sampingnya untuk anak-anak TK dan pada sore hari digunakan oleh kami,
para santri TPA.
“Buk!” Suatu suara terdengar ketika kami asyik bergurau.
“Puket-Puket!!” Seru seorang temanku, puket maksudnya alpukat. Buah yang
besar itu pasti jatuh dari pohonnya sehingga menghasilkan suara sekeras
itu. Di samping taman bermain terdapat bukit kecil dengan bangunan yang
belum rampung pengerjaannya dengan beberapa pohon alpukat di
sekitarnya. Karena belum waktunya masuk kelas, kami memutuskan untuk
mencarinya.
Lama sekali kami mencari, namun tak mendapatkan apapun. Sampai seorang teman kami berteriak dari kelas.
“Hoy! Masuk!” Teriaknya. Spontan kami langsung berlari menuruni bukit
itu. Aku adalah yang paling lambat di antara teman-temanku juga yang
paling ceroboh. Hal itu membuat aku tertinggal dan mencelakakan diriku
sendiri.
“Hey! Tolong!” Aku berteriak meminta tolong seraya melepaskan sesuatu
dari kakiku. Itu adalah sebuah paku yang menembus kayu. Paku itu tak
sengaja ku injak sehingga tertancap ke kakiku.
“Hey! Tolong aku dong!” Aku berteriak lagi, kini lebih keras.
“Sayup-sayup ku mendengar mereka berkata ‘samperin gih!’ Pada akhirnya
seorang temanku menghampiriku. Ia terlihat kaget melihat keadaanku. Ia
lalu membantuku berdiri. Aku jalan terpincang-pincang dengan kaki
bersimbah darah. Semua orang menanyakan keadaanku. Aku mencoba
meyakinkan mereka bahwa aku baik-baik saja, walau dalam hati aku kesal
karena mereka tidak menolongku tadi.
Bu guru membersihkan lukaku dengan air hangat. Aku menangis
sejadi-jadinya, perih sekali. Apalagi ketika temanku berkata tentang
kemungkinan tetanus karena paku yang kuinjak sudah berkarat. Aku
membayangkan aku hanya punya sebelah kaki, uh! Menyeramkan. Ada hal lucu
ketika aku sedang menangis, seorang temanku entah hanya bergurau atau
memang berniat menghiburku. Ia menyanyikan lagu Anang Hermansyah yang ia
plesetkan.
“Tenang, Tenang, Temanku sayang.. Jangan menangis.. Aku disini..” Semua orang tertawa tak terkecuali aku.
Ayahku segera datang setelah bu guru menelponnya dan memberitahu
keadaanku. Akhirnya akau di suruhnya pulang dan tidak mengikuti kegiatan
mengaji.
Sesampai di rumah, ayah menyuruhku tidur. Ia membuatkanku ramuan
penyembuh luka. Apa itu? Hanya kunyit yang dihaluskan lalu ditempelkan
pada lukaku.
Beberapa hal aku pelajari dari kejadian itu. Bahwa kunyit dapat
menyembuhkan luka dan mencari teman yang dapat menolong kita ketika kita
sedang terpuruk itu sulit.
Suatu hari ayah membuatkanku jus Alpukat. Sayang ia tidak menambahkan
susu coklat, sebagaimana kesukaanku, sehingga aku menolaknya.
“Kemaren-kemaren aja, demi puket kaki sampe berdarah-darah”
Aku hanya menyeriangai.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar