Pages

Senin, 26 Mei 2014

Bulir air mata

aku tak tahu seberapa luas lautan di mataku

setiap hatiku merasa tercabik, porsi lautan itu selalu berkurang
mengalir, walau hanya setetes demi setetes
membasahi bola mata yang tak lagi normal
membuat merah yang tadinya putih
mengacaukan helai-helai yang kering
melunturkan tatapan yang ceria
membuat siapa saja bertanya "kamu kenapa?"
hanya bisa ku jawab dengan senyuman
atau dengan menggelengkan kepala
ada juga yang tak peduli bahkan marah
entah berupa caci maki entah karena pengalaman buruk
aku tak tahu mengapa air mata ini tak kunjung berhenti
apakah memang tak akan bisa habis?
padahal aku sudah mengurasnya berkali-kali
tak terhitung jumlahnya
intensitas yang terlalu sering
membuangnya dengan percuma
andai saja aku bisa memanfaatkan air mata yang mengalir ini
mungkin untuk berwudhu
lalu melaksanakan shalat menyampaikan isi perasaan pada Sang Pencipta
jika bola mata ini telah mengalami gerhana
merah merona, ah tidak, tapi merah merekah
maka perih yang terasa
perih hingga tak kuat lagi untuk menangis
tergantikah bulir bening itu menjadi tetes darah?
ini sangat perih
mungkin sudah saatnya aku berhenti mengurasanya lebih banyak lagi
berhenti
mereka telah menungguku untuk segera reda
mereka telah menungguku untuk bersinar kembali
aku mengusap wajahku
kini bukan lagi batita yang cengeng
semburat cahaya di hadapanku
menatap ke arahku
lantas tak ada lagi alasan untuk tidak berhenti menangis
aku pun kembali tersenyum

0 komentar:

Posting Komentar

 

Fans