Kamis, 31 Januari 2013
kegunaan songket,,,
Kain
songket palembang tidak hanya digunakan sebagai bahan dasar pakaian saja. Namun
terkadang juga digunakan sebagai bahan pembuatan aksesoris rumah yang dipajang
di dinding rumah atau yang biasa disebut dengan tapestry. Nah, cara perawatan
kain songket Palembang ini tergolong sangat unik karena tidak semua kain
songket Palembang bisa dicuci. Kalau kita melakukan salah perawatan malah bisa
mengakibatkan kain songket Palembang tersebut rusak. Kain songket
Palembang yang terbuat dari bahan katun biasanya mudah luntur bila terkena air
secara berlebihan. Oleh karena itu, kain songket Palembang dari bahan katun ini
cara mencucinya cukup dicelup ke dalam air dan segera dikeringkan. Setelah
menggunakan pakaian dari kain songket Palembang jenis ini, perhatikan lipatan
pada bagian pinggang yang sering luntur. Sedangkan untuk kain songket palembang
dari bahan sutera, bisa dicuci seperti biasa namun pada saat mengeringkan
jangan sampai terkena sinar matahari secara langsung. Cukup diangin - anginkan
saja. Untuk urusan setrika, semua jenis kain songket bisa disetrika, namun yang
disetrika hanya pada bagian dalam saja. Hindari suhu setrika yang terlalu panas
supaya kain songket Palembang tidak rusak. Dengan perawatan yang tepat, maka
kain songket Palembang kita akan bisa berumur panjang.
Cara
pemakaian songket pada pria atau wanita memiliki perbedaan mendasar. Kain
songket untuk pria yang kerap disebut Rumpak (bumpak) memiliki motif yang tidak
penuh dengan tumpal (kepala kain)
26
berada
di belakang badan. Songket tersebut dipakai mulai dari pinggul ke bawah sampai
di bagian bawah lutut (untuk pria yang telah menikah) dan menggantung di atas
lutut (untuk pria yang belum menikah). Sedangkan untuk wanita, tumpal (kepala
kain) wajib berada di depan dengan posisi dari pinggul hingga mata kaki.
sejarah songket
sejarah songket niihh, siapa yang tidak tahu songket ?????????? Songket
adalah jenis kain tenunan tradisional Melayu. Songket biasanya ditenun dengan
tangan dengan benang emas dan perak dan pada umumnya dikenakan pada acara-acara
resmi.
Asal-usul
kain songket adalah dari perdagangan zaman dahulu di antara Tiongkok dan India.
Orang Tionghoa menyediakan sutera sedangkan orang India menyumbang benang emas
dan perak. Akibatnya, jadilah songket.Kain songket ditenun pada mesin tenun
bingkai Melayu. Pola-pola rumit diciptakan dengan memperkenalkan benang-benang
emas atau perak ekstra dengan penggunaan sehelai jarum leper.Songket harus
melalui delapan peringkat sebelum menjadi sepotong kain dan masih ditenun
secara tradisional. Karena penenun biasanya dari desa, tidak mengherankan bahwa
motif-motifnya pun dipolakan dengan flora dan fauna lokal. Motif ini juga
dinamai dengan kue lokal Melayu seperti seri kaya, wajik, dan tepung talam,
yang diduga merupakan favorit raja.
songket eksklusif memerlukan di antara satu dan tiga bulan untuk menyelesaikannya, sedangkan songket biasa hanya membutuhkan sekitar 3 hari.Mulanya laki-laki menggunakan songket sebagai destar atau ikat kepala. Kemudian barulah wanita Melayu mulai memakai songket sarung dengan baju kurung. Di masa kini songket adalah pilihan populer untuk pakaian perkawinan Melayu dan sering diberikan oleh pengantin laki-laki kepada pengantin wanita sebagai salah satu hadiah perkawinan.Ditilik dari harganya, songket tidak dimaksudkan hanya untuk masyarakat berada saja karena harganya yang bervariasi dari yang biasa dan terbilang murah, hingga yang eksklusif dengan harga yang sangat tinggi.
songket eksklusif memerlukan di antara satu dan tiga bulan untuk menyelesaikannya, sedangkan songket biasa hanya membutuhkan sekitar 3 hari.Mulanya laki-laki menggunakan songket sebagai destar atau ikat kepala. Kemudian barulah wanita Melayu mulai memakai songket sarung dengan baju kurung. Di masa kini songket adalah pilihan populer untuk pakaian perkawinan Melayu dan sering diberikan oleh pengantin laki-laki kepada pengantin wanita sebagai salah satu hadiah perkawinan.Ditilik dari harganya, songket tidak dimaksudkan hanya untuk masyarakat berada saja karena harganya yang bervariasi dari yang biasa dan terbilang murah, hingga yang eksklusif dengan harga yang sangat tinggi.
Menurut catatan sejarah kesultanan Palembang, kepandaian bertenun
songket selalu diwariskan secara turun temurun melalui pembelajaran informal.
Pada tahun 1980-an sebahagian besar masyarakat Palembang memiliki keahlian
bertenun. Bila diamati dari segi bentuk, kain songket membawa pengaruh
akulturasi dari budaya Kong Hu Chu dan India. Hal ini dapat terlihat dari gaya
ragam hias dan warna yang ditampilkan pada struktur benang lungsi dan pakan.
Kajian
utama tesis ini dititik beratkan pada upaya pengkajian bentuk songket dan
pemaknaan simbol ragam hias dari latar belakang sosial budaya masyarakat serta
lingkungan alam sekitarnya. Kajian bentuk songket Palembang menggunakan metode
penelitian deskriptif dengan pendekatan kebudayaan. Pengumpulan data dilakukan
melalui studi literatur dan observasi atas songket Palembang serta wawancara
dengan desainer, pengrajin, kolektor songket, dan pegawai museum Bala Putera
Dewa.
Tesis ini mengkaji bentuk-bentuk songket Palembang dari periode
tahun 1983-2006, seperti songket Lepus Berakam, songket Lepus Rakam
Bungo Pacar, songket Lepus Nago Bersarang, songket Tawur Kembang
Cempuk Cantik Manis, Songket Bungo Jatuh, Songket Tawur Tajung Rumpak,
songket Lepus Nampan Perak, songket Tawur Bungo Cempuk Tampuk Manggis,
songket Tawur Limar Bintang, songket Lepus Bungo Jatuh. Pada
setiap helai kain tradisional songket Palembang terdapat tiga bagian pokok
dalam struktur motif kain songket yaitu motif Tumpal atau Pucuk rebung, motif
kembang tengah dan motif pinggiran atau tepi kain. Semua tiga bagian pokok
dalam kain songket sangat beragam jenis bentuk motifnya yang berbeda satu
dengan lainnya, namun memiliki kesatuan yang utuh dan tersusun dengan ornamen
yang telah disepakati oleh masyarakat budaya Palembang. Kata kunci penelitian
ini adalah kajian bentuk songket Palembang pada periode 1983-2006.
pembangunan tpks
Berdasarkan interpretasi dan temuan dari foto udara tahun 1984 menunjukkan
bahwa situs Karanganyar menampilkan bentuk bangunan air, yaitu jaringan kanal,
parit, kolam serta pulau buatan yang disusun rapi. Dapat dipastikan situs ini
adalah buatan manusia. Bangunan air ini terdiri atas kolam dan dua pulau
berbentuk bujur sangkar dan empat persegi panjang, serta parit dengan luas
areal meliputi 20 hektar. Serangkaian kanal, pulau buatan, dan bagian-bagian
lainnya menampilkan situs Karanganyar sebagai karya arsitektur lansekap yang
berkaitan dengan bangunan air.Oleh pemerintah Sumatera Selatan kawasan ini
dipugar, kanal-kanalnya dirapikan untuk dijadikan Taman Purbakala Kerajaan
Sriwijaya yang diresmikan oleh presiden Suharto pada tanggal 22 Desember 1994.
Di dalam taman purbakala ini terdapat Museum Sriwijaya, yaitu pusat informasi
mengenai situs dan temuan Sriwijaya di Palembang .
Pada bagian tengah situs ini
terdapat pendopo berarsitektur rumah limas khas Palembang yang ditengahnya
disimpan replika Prasasti Kedukan Bukit dalam kotak kaca. Prasasti ini
menceritakan mengenai perjalanan Siddhayatra Dapunta Hyang yang dianggap sebagai
tonggak sejarah berdirinya kemaharajaan Sriwijaya. Setelah lebih dari satu
dasawarsa didirikan, fungsi Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya sebagai Pusat Informasi
Sriwijaya dan sebagai daya tarik wisata budaya di Palembang masih belum sesuai
dengan yang diharapkan. Sebagian besar masyarakat Palembang sekarang masih
belum mengetahui keberadaan taman purbakala ini sebagai peninggalan masa
Sriwijaya, apalagi sebagai pusat informasi tentang Sriwijaya. Selama ini Taman
Purbakala Kerajaan Sriwijaya kurang mendapat perhatian dari pemerintah dan
masyarakat. Sayang sekali kini kompleks taman purbakala ini terbengkalai dan
kurang terawat.
temuan di tpks
Di lokasi yang dipercaya sebagai sisa taman kerajaan masa Sriwijaya ini
dijumpai artefak yang menampakkan aktivitas keseharian masyarakatnya, seperti
manik-manik, struktur batu bata, damar, tali ijuk, keramik, dan sisa perahu.
Temuan-temuan tersebut diperoleh saat pembangunan Taman Purbakala Kerajaan
Sriwijaya maupun melalui kegiatan penyelamatan temuan di sekitar kawasan ini.
Rekonstruksi atas fragmen keramik yang banyak ditemukan memperlihatkan adanya
penggunaan, tempayan, guci, buli-buli, mangkuk, dan piring. Sedangkan
berdasarkan rekonstruksi dari sisa gerabah menunjukkan pemanfaatan berbagai
bentuk tungku atau anglo, kendi, periuk, tempayan, pasu, dan bahkan genteng.
Kumpulan temuan-temuan ini menunjukkan betapa padatnya aktivitas keseharian
masyarakat yang hidup di kawasan ini pada masa lalu.
Situs ini utamanya menampilkan struktur bangunan air berupa kolam, pulau
buatan, dan parit yang keberadaannya menjadi bukti kehadiran manusia yang
menetap dalam jangka waktu yang cukup lama. Diperkirakan penduduk yang dulu
menghuni kawasan Karanganyar menggali kanal atau parit seperti parit Suak
Bujang, baik untuk saluran drainase tata air penangkal banjir maupun sebagai
sarana transportasi untuk menghubungkan daerah-daerah pedalaman di sekitar
situs dengan sungai Musi.Pada tahun 1985 dilakukan penggalian arkeologi dan
berlanjut pada tahun 1989. Dari penggalian ini ditemukan banyak temuan pecahan
tembikar, keramik, manik-manik, dan dan struktur bata. Berdasarkan hasil
analisis keramik-keramik China yang ditemukan di kawasan ini berasal dari dinasti Tang (abad VII-X M), Sung (abad X-XII M), Yuan (abad XIII-XIV M), dan dinasti Qing (abad XVII-XIX M) yang umumnya
terdiri dari tempayan, buli-
22
buli, pasu,
mangkuk, dan piring. Sedangkan penggalian yang dilakukan di Pulau Cempaka
berhasil menampakkan kembali sisa bangunan berupa struktur bata pada kedalaman
30 cm dengan orientasi timur-barat.
Selain jejaring kanal, kolam dan struktur bata, di situs ini tidak
ditemukan bekas peninggalan bangunan candi atau bekas istana yang signifikan.
Hal ini berbeda dengan situs Muaro Jambi yang memiliki peninggalan berupa bangunan candi
berbahan bata merah. Para ahli arkeologi berpendapat bahwa sedikitnya temuan
bangunan karena lokasi situs ini. Sriwijaya merupakan kerajaan maritim yang
berada di tepian sungai dan hutan lebat di Sumatera. Karena tidak terdapat
gunung berapi yang menyimpan batu, bangunan peribadatan, istana, dan
rumah-rumah penduduk dibuat dari kayu atau bahan bata. Akibatnya, bangunan
cepat rusak hanya dalam hitungan paling lama 200 tahun. Ditambah lagi dengan
tingginya tingkat kelembaban serta kemungkinan banjir rutin dari luapan sungai
Musi di dekatnya yang dengan mudah dapat merusak bangunan kayu dan bata.
taman purbakala kerajaan sriwijaya
Taman
Purbakala Kerajaan Sriwijaya atau sebelumnya dikenal dengan nama Situs Karanganyar
adalah taman purbakala bekas kawasan permukiman dan taman yang dikaitkan dengan
kerajaan Sriwijaya yang terletak tepi utara Sungai
Musi di kota Palembang, Sumatera
Selatan.
Di kawasan ini ditemukan jaringan kanal, parit dan kolam
yang disusun rapi dan teratur yang memastikan bahwa kawasan ini adalah buatan
manusia, sehingga dipercaya bahwa pusat kerajaan Sriwijaya di Palembang
terletak di situs ini. Di kawasan ini ditemukan banyak peninggalan purbakala
yang menunjukkan bahwa kawasan ini pernah menjadi pusat permukiman dan pusat
aktivitas manusia.
Peresmian TPKS dilakukan oleh presiden Soeharto pada tanggal 22 Desember 1994.
Ditandai dengan peletakan kembali replika kedukan Bukit yang merupakan tonggak
sejarah lahirnya kerajaan Sriwijaya. Bangunan bata, fragmen-fragmen, gegabah,
keramik, sisa perahu dan benda-benda sejarah lainnya dapat Anda temui di TPKS.
Secara administratif, situs Karanganyar terletak di Jalan Syakhyakirti,
Kelurahan Karanganyar, Kecamatan Gandus, Palembang. Terletak pada dataran
aluvial pada meander Sungai Musi berhadapan dengan pertemuan sungai Musi dengan sungai Ogan dan Kramasan.
Belahan utara Sungai Musi sudah sejak lama diketahui sebagi lokasi sejumlah
situs arkeologi yang berasal dari abad ke-7 hingga ke-15 masehi, diantaranya
adalah situs Kambang Unglen, Padang Kapas, Ladang Sirap, dan Bukit Seguntang yang terletak dekat
dengan situs Karanganyar.Situs Karanganyar pada umumnya memiliki ketinggian
kurang dari 2 meter dari permukaan sungai Musi. Berada sekitar 4 kilometer di
sebelah barat daya pusat kota Palembang, tepatnya di sebelah selatan Bukit
Seguntang. Taman Purbakala ini dapat dicapai dari pusat kota Palembang dengan
kendaraan umum menuju jurusan Tangga Batu.
21
Situs Karanganyar terbagi atas tiga subsitus, yaitu subsitus Karanganyar 1,
2, dan 3. Yang terbesar adalah subsitus Karanganyar 1 berupa sebuah kolam
berdenah empat persegi panjang membujur arah utara-selatan berukuran 623 x 325
meter. Di tengah kolam ini terdapat dua pulau, yaitu Pulau Nangka dan Pulau
Cempaka. Pulau Nangka berukuran 462 x 325 meter, sedangkan Pulau Cempaka
berukuran 40 x 40 meter. Pulau Nangka dikelilingi parit-parit berukuran 15 x
1190 meter. Subsitus Karanganyar 2 terletak di sebelah barat daya kolam 1 dan
merupakan kolam kecil, ditengahnya terdapat pulau kecil berdenah bujur sangkar
dengan ukuran 40 x 40 meter. Subsitus Karanganyar 3 berada di sebelah timur
subsitus Karanganyar 1 dengan denah bujur sangkar berukuran 60 x 60 meter.
Ketiga subsitus tersebut dihubungkan oleh parit yang berjumlah tujuh buah.
Parit 1 merupakan parit terpanjang, yaitu 3 kilometer dengan lebar 25 sampai 30
meter. Parit ini oleh penduduk setempat dinamai parit Suak Bujang. Sejajar
dengan parit 1 terdapat parit 2 dengan panjang 1,6 kilometer. Parit ini
terletak di sebelah selatan subsitus Karanganyar 1 dan 3. Ujung parit ini
berasal dari subsitus Karanganyar 2, sedangkan ujung timurnya bernuara di
sungai Musi. Parit 1 dan 2 dihubungkan dengan parit 3 yang terletak di antara
subsitus 1 dan 3. panjang parit 3 sekitar 700 meter membujur utara-selatan.
Masih ada parit lain yang sejajar dengan parit 3, yaitu parit 4 dan 5 yang
terletak di sebelah barat subsitus 1. Ujung selatan parit 4 dan 5 berakhir di
parit 2. Dari parit 2 terdapat dua buah parit yang ujung selatannya bermuara di
sungai Musi, yaitu parit 6 dan 7.
Langganan:
Postingan (Atom)