Di lokasi yang dipercaya sebagai sisa taman kerajaan masa Sriwijaya ini
dijumpai artefak yang menampakkan aktivitas keseharian masyarakatnya, seperti
manik-manik, struktur batu bata, damar, tali ijuk, keramik, dan sisa perahu.
Temuan-temuan tersebut diperoleh saat pembangunan Taman Purbakala Kerajaan
Sriwijaya maupun melalui kegiatan penyelamatan temuan di sekitar kawasan ini.
Rekonstruksi atas fragmen keramik yang banyak ditemukan memperlihatkan adanya
penggunaan, tempayan, guci, buli-buli, mangkuk, dan piring. Sedangkan
berdasarkan rekonstruksi dari sisa gerabah menunjukkan pemanfaatan berbagai
bentuk tungku atau anglo, kendi, periuk, tempayan, pasu, dan bahkan genteng.
Kumpulan temuan-temuan ini menunjukkan betapa padatnya aktivitas keseharian
masyarakat yang hidup di kawasan ini pada masa lalu.
Situs ini utamanya menampilkan struktur bangunan air berupa kolam, pulau
buatan, dan parit yang keberadaannya menjadi bukti kehadiran manusia yang
menetap dalam jangka waktu yang cukup lama. Diperkirakan penduduk yang dulu
menghuni kawasan Karanganyar menggali kanal atau parit seperti parit Suak
Bujang, baik untuk saluran drainase tata air penangkal banjir maupun sebagai
sarana transportasi untuk menghubungkan daerah-daerah pedalaman di sekitar
situs dengan sungai Musi.Pada tahun 1985 dilakukan penggalian arkeologi dan
berlanjut pada tahun 1989. Dari penggalian ini ditemukan banyak temuan pecahan
tembikar, keramik, manik-manik, dan dan struktur bata. Berdasarkan hasil
analisis keramik-keramik China yang ditemukan di kawasan ini berasal dari dinasti Tang (abad VII-X M), Sung (abad X-XII M), Yuan (abad XIII-XIV M), dan dinasti Qing (abad XVII-XIX M) yang umumnya
terdiri dari tempayan, buli-
22
buli, pasu,
mangkuk, dan piring. Sedangkan penggalian yang dilakukan di Pulau Cempaka
berhasil menampakkan kembali sisa bangunan berupa struktur bata pada kedalaman
30 cm dengan orientasi timur-barat.
Selain jejaring kanal, kolam dan struktur bata, di situs ini tidak
ditemukan bekas peninggalan bangunan candi atau bekas istana yang signifikan.
Hal ini berbeda dengan situs Muaro Jambi yang memiliki peninggalan berupa bangunan candi
berbahan bata merah. Para ahli arkeologi berpendapat bahwa sedikitnya temuan
bangunan karena lokasi situs ini. Sriwijaya merupakan kerajaan maritim yang
berada di tepian sungai dan hutan lebat di Sumatera. Karena tidak terdapat
gunung berapi yang menyimpan batu, bangunan peribadatan, istana, dan
rumah-rumah penduduk dibuat dari kayu atau bahan bata. Akibatnya, bangunan
cepat rusak hanya dalam hitungan paling lama 200 tahun. Ditambah lagi dengan
tingginya tingkat kelembaban serta kemungkinan banjir rutin dari luapan sungai
Musi di dekatnya yang dengan mudah dapat merusak bangunan kayu dan bata.
0 komentar:
Posting Komentar